beritax.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) resmi meluncurkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Nomor 14 tentang Hak atas Pekerjaan yang Layak. Peluncuran ini dilakukan di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Jumat (2/5/2025), sebagai bentuk upaya penguatan HAM dalam dunia kerja.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menegaskan bahwa pekerjaan layak bukan sekadar tersedianya kerja, tapi juga bebas dari kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi. “Perbudakan itu juga pekerjaan, tapi tidak layak,” ujarnya. Atnike menyebut SNP ini akan menjadi pedoman bagi negara dan pelaku usaha dalam menjamin hak atas pekerjaan yang bermartabat.
Atnike juga menyerahkan langsung dokumen SNP kepada Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, yang menyambutnya sebagai bagian dari tugas besar negara dalam menciptakan pekerjaan yang lebih manusiawi.
Partai X: Dokumen Tidak Akan Mengubah Apa-apa Tanpa Kebijakan Tegas
Menanggapi peluncuran SNP tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menilai langkah Komnas HAM patut diapresiasi, namun belum cukup. “Hak atas kerja layak tak bisa cuma jadi dokumen. Rakyat butuh realita, bukan hanya regulasi,” tegasnya.
Menurut Rinto, banyak pekerja Indonesia masih hidup dalam bayang-bayang upah rendah, kerja kontrak berkepanjangan, dan lingkungan kerja yang tidak aman. “Bagaimana kita bicara kerja layak kalau PHK massal dan sistem outsourcing masih dilegalkan?” tambahnya.
Partai X kembali menekankan bahwa pemerintah memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat dengan berpihak pada keadilan. Jika SNP hanya menjadi alat seremonial tanpa turunan kebijakan, maka negara telah gagal menjalankan mandat konstitusi.
“Negara tidak cukup ‘hadir’. Negara harus bertindak,” ujar Rinto. Ia mendesak agar SNP Nomor 14 dijadikan dasar revisi dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem ketenagakerjaan nasional yang selama ini timpang.
Negara Bukan Pemilik Rakyat, Tapi Pengemudi Amanah Konstitusi
Partai X menegaskan bahwa negara adalah milik rakyat, dan pemerintah hanya pelaksana mandat. Jika hak atas kerja layak terus diabaikan, maka rakyat berhak mempertanyakan jalannya pemerintahan.
“Kita tidak butuh lebih banyak buku pedoman. Kita butuh ruang kerja yang manusiawi, upah adil, dan jaminan sosial nyata,” tegas Rinto. Ia menyerukan audit terhadap perusahaan yang melanggar prinsip kerja layak sebagaimana didefinisikan dalam SNP.
Partai X mengajak seluruh pihak untuk tidak menjadikan dokumen SNP hanya sebagai arsip. Pemerintah, dunia usaha, dan legislatif harus menjadikannya acuan dalam menyusun peraturan, anggaran, dan sistem pengawasan.
“Jika pemerintah sungguh berpihak, SNP ini akan jadi senjata perubahan. Jika tidak, ia akan tinggal kertas di rak,” tutup Rinto. Partai X akan terus mengawal hak-hak pekerja, memastikan kerja bukan hanya ada, tetapi juga layak dan bermartabat.