beritax.id – Pemerintah menyiapkan penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada tahun 2026 mendatang, setelah sebelumnya mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 sebagai dasar hukum pembaruannya. Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, KUHP baru akan menjadi solusi atas permasalahan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang kelebihan kapasitas.
“Jumlah narapidana kita akan berkurang karena paradigma hukum kini berubah. Ada restorative justice dan mekanisme penyelesaian di luar pengadilan,” ujar Yusril di Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Ia menegaskan, penerapan KUHP baru mengedepankan asas ultimum remedium, di mana sanksi pidana bukan lagi satu-satunya jalan penyelesaian. Pemerintah berharap, langkah ini dapat mendorong keadilan yang lebih manusiawi dan mengurangi tekanan terhadap sistem pemasyarakatan yang saat ini kelebihan muatan.
Partai X: Reformasi Hukum Harus Berorientasi pada Pendidikan Moral
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyambut baik upaya pemerintah melakukan pembaruan hukum, namun mengingatkan bahwa hukum sejati harus mendidik, bukan sekadar menjerat. “Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika hukum hanya memenjarakan tanpa memperbaiki, negara gagal mendidik bangsanya,” tegas Rinto di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Menurutnya, hukum harus menjadi sarana pembelajaran sosial yang menumbuhkan kesadaran, bukan instrumen ketakutan. Ia menilai penerapan restorative justice harus dilakukan dengan prinsip keadilan substantif, bukan formalitas administratif yang berpotensi dimanipulasi oleh kekuasaan.
“Penyelesaian damai bukan berarti impunitas. Ia harus menumbuhkan tanggung jawab moral bagi pelaku dan memberikan pemulihan bagi korban,” ujarnya.
Prinsip Partai X: Hukum untuk Kemanusiaan dan Pencerahan Publik
Partai X menegaskan, hukum harus berfungsi sebagai penuntun kehidupan berbangsa yang adil dan beradab. Negara tidak boleh menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan, melainkan sebagai jalan peradaban. “Hukum bukan pagar yang menjerat, tapi jalan yang menerangi. Pemerintah wajib memastikan bahwa setiap aturan mengandung nilai keadilan dan kemanusiaan,” kata Rinto.
Partai X memandang KUHP baru harus menanamkan paradigma human justice, yaitu hukum yang berpihak kepada manusia sebagai makhluk moral dan sosial. Aparat penegak hukum juga perlu dilatih untuk memahami dimensi etis di balik setiap pasal hukum.
Solusi Partai X: Digitalisasi Hukum dan Pendidikan Moral Bangsa
Sebagai langkah strategis, Partai X mengusulkan dua pendekatan besar dalam pelaksanaan KUHP baru. Pertama, transformasi digital hukum nasional untuk memastikan proses hukum berjalan transparan dan akuntabel. Digitalisasi akan mencegah manipulasi, mempercepat proses, dan memperkuat pengawasan publik terhadap aparat penegak hukum.
Kedua, Partai X menekankan pentingnya pendidikan moral kebangsaan bagi aparat hukum dan masyarakat. Penegakan hukum tidak akan bermakna tanpa kesadaran etik dan tanggung jawab sosial. “Hukum tidak cukup ditegakkan, ia harus dihayati,” tegas Rinto.
Selain itu, Partai X menyerukan agar revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dilakukan bersamaan dengan implementasi KUHP baru, agar sistem hukum berjalan selaras dan tidak menimbulkan kekosongan norma.
Partai X menilai keberhasilan KUHP baru tidak diukur dari berapa banyak narapidana yang berkurang, melainkan dari seberapa besar rakyat merasa adil dan terlindungi. “Hukum adalah wajah bangsa. Bila hukum menakutkan rakyat, maka wajah bangsa itu menakutkan. Tapi bila hukum mendidik, maka bangsa itu beradab,” pungkas Rinto Setiyawan dengan tegas.



