beritax.id – Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Komisi III DPR untuk tidak terburu-buru membahas revisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Ketua YLBHI Muhammad Isnur menekankan pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi tersebut.
Menurutnya, pembahasan undang-undang sering tidak terbuka. Ia mengkritik kemunculan draf-draf yang dibahas diam-diam tanpa konsultasi publik.
Isnur juga memperingatkan bahwa penyusunan RUU KUHAP perlu melibatkan kelompok rentan dan berbagai lapisan masyarakat. Ia menyebut pentingnya mendengar suara perempuan, buruh, nelayan, hingga penyandang disabilitas.
Pembahasan RUU KUHAP yang terburu-buru dikhawatirkan gagal merespons masalah seperti salah tangkap, penyiksaan, hingga kematian dalam tahanan. Proses ini perlu pelibatan menyeluruh dan waktu yang cukup.
Partai X: Legislasi Bukan Ajang Kejar Tayang
Menanggapi isu tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa legislasi adalah kerja kerakyatan, bukan pekerjaan kilat. Ia menyoroti bahwa pemerintah wajib melindungi, melayani, dan mengatur rakyat dengan adil.
“Jangan sampai hukum dibuat seperti resep mi instan. Cepat jadi, tapi bisa berbahaya jika salah racik,” ujar Rinto.
Partai X menilai bahwa undang-undang yang baik lahir dari proses terbuka, jujur, dan inklusif. Jika prosesnya cacat, maka hasilnya berpotensi menimbulkan ketidakadilan hukum yang sistemik.
Rinto menekankan bahwa semangat perbaikan KUHAP harus berangkat dari kebutuhan rakyat, bukan kepentingan elite. “Yang kita butuhkan bukan revisi cepat, tapi revisi tepat,” tambahnya.
Prinsip Partai X: Rakyat adalah Pangkal Tujuan
Partai X berpijak pada prinsip partisipasi publik, keadilan sosial, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Proses legislasi wajib mengedepankan kepentingan rakyat dan menghindari praktik yang tertutup atau tergesa-gesa.
Rinto menyarankan agar setiap tahapan pembahasan RUU KUHAP dibuka secara luas dan dikawal bersama. Hukum harus hadir sebagai pelindung, bukan alat kekuasaan yang memanipulasi keadilan.
“Jika KUHAP baru disusun hanya untuk memenuhi target pemerintah, maka ia kehilangan jiwanya sebagai penjamin keadilan,” tegas Rinto.