beritax.id — Masalah klasik yang terus berulang tiap tahunnya, yakni dana pemerintah daerah (Pemda) yang tidak dipakai untuk pembangunan, justru “diparkir” di perbankan. Hingga Agustus 2025, dana yang mengendap tersebut tercatat mencapai Rp233,11 triliun. Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Astera Primanto Bhakti, atau yang akrab disapa Prima, mengungkapkan bahwa pengendapan dana ini disebabkan oleh ketidaktepatan waktu pencairan anggaran daerah yang baru bisa dilakukan pada kuartal IV setiap tahunnya.
Dengan siklus anggaran yang demikian, dana yang seharusnya digunakan untuk membangun dan memajukan daerah justru tidak optimal dalam penggunaannya. Alhasil, dana yang telah digelontorkan oleh pemerintah pusat kepada Pemda justru menumpuk di Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan tak berputar secara efektif.
Partai X: Kepala Daerah Jangan Cuma Dengar Suara Kantor
Menanggapi fenomena tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X, sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menyatakan bahwa ini adalah masalah serius yang seharusnya tidak hanya dipahami oleh pejabat di kantor-kantor pusat. “Kepala daerah harus lebih peka terhadap situasi ekonomi dan kebutuhan masyarakat di daerah mereka, jangan hanya mendengar suara kantor pusat. Keuangan daerah itu milik rakyat, bukan hanya untuk ditunggu-tunggu, tapi harus dimanfaatkan untuk kemajuan daerah,” ujar Prayogi.
Menurut Partai X, pengendapan dana yang sangat besar ini menunjukkan kurangnya manajerial dan ketidakmampuan dalam perencanaan serta pelaksanaan anggaran di tingkat daerah. “Jika setiap tahun terjadi penumpukan dana yang tidak digunakan, ini jelas mencerminkan ketidakmampuan kepala daerah dalam merencanakan dan menggunakan anggaran dengan tepat. Sebagai pemimpin daerah, mereka harus tahu bagaimana memprioritaskan belanja untuk pembangunan yang berdampak langsung pada masyarakat,” lanjutnya.
Kritik terhadap Pengelolaan Dana di Daerah
Dalam sistem pemerintahan yang sehat, dana publik seharusnya berputar dengan lancar dan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun kenyataannya, banyak dana yang “mengendap” di bank, menyebabkan roda perekonomian daerah bergerak lambat. “Pemda harus mencari solusi agar anggaran yang sudah diberikan oleh pusat dapat segera disalurkan dengan tepat dan tidak hanya menumpuk di bank. Dana tersebut seharusnya dimanfaatkan untuk sektor-sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan,” tegas Prayogi.
Prayogi juga menyoroti kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran daerah yang mengarah pada ketidakefisienan. “Tanpa adanya transparansi dan pengawasan yang ketat, dana yang mengendap tersebut dapat menjadi ruang bagi penyalahgunaan wewenang dan korupsi. Maka dari itu, Pemda perlu lebih berkomitmen dalam pengelolaan anggaran yang bersih, transparan, dan akuntabel,” ungkapnya.
Solusi Partai X: Optimalisasi Pengelolaan Anggaran Daerah
Partai X memberikan beberapa solusi agar pengelolaan dana Pemda bisa lebih optimal dan berdampak langsung pada kemajuan daerah:
- Perencanaan anggaran yang lebih tepat waktu
- Penguatan kapasitas pengelolaan keuangan daerah.
- Prioritaskan pembangunan yang berdampak langsung pada masyarakat.
- Peningkatan kolaborasi dengan sektor swasta.
Penutup: Memastikan Keuangan Daerah Untuk Rakyat
Partai X mengingatkan bahwa pengelolaan anggaran yang baik bukan hanya soal pencairan yang cepat. Tetapi juga soal pemanfaatan yang tepat sasaran dan berdampak nyata bagi rakyat. “Keuangan daerah itu bukan hanya untuk dimasukkan ke dalam bank, tapi untuk membangun dan meningkatkan kualitas hidup rakyat. Kepala daerah harus punya visi yang jelas dan kemampuan untuk mengelola anggaran dengan efisien dan efektif,” tutup Prayogi.
Dengan demikian, pengelolaan dana daerah yang lebih baik akan mendorong percepatan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia.



