beritax.id — Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) berencana mengusulkan Pancasila sebagai mata ujian nasional kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah. Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengatakan hal itu menjadi langkah menghidupkan kembali pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di sekolah.
BPIP telah menerbitkan 24 Buku Teks Utama (BTU) Pendidikan Ideologi Pancasila, terdiri atas 12 buku untuk guru dan 12 untuk siswa. Buku itu berlaku di semua jenjang pendidikan, dari PAUD hingga SLTA, dan telah diatur dalam Keputusan Mendikbudristek Nomor 56 Tahun 2022. Versi digitalnya juga tersedia dengan batas harga tertinggi (HET) untuk mencegah komersialisasi berlebihan.
Partai X: Pendidikan Pancasila Bukan Sekadar Soal Pilihan Ganda
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengkritik pendekatan negara yang menjadikan Pancasila sekadar materi ujian tertulis. Ia menegaskan kembali bahwa tugas negara adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat dengan adil.
Menurutnya, jika Pancasila hanya diajarkan sebagai bahan hafalan lalu diuji dalam bentuk pilihan ganda, maka maknanya akan hilang. Generasi muda tak butuh hafalan kosong, tapi keteladanan, integritas, dan keberanian bersikap sesuai nilai-nilai Pancasila dalam keseharian.
Partai X berpandangan bahwa negara adalah entitas yang terdiri dari wilayah, rakyat, dan pemerintah yang dapat menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan dengan tujuan mewujudkan kedaulatan, keadilan, dan kesejahteraan seluruh rakyat.
Pendidikan Pancasila harus menjadi ruang pembentukan karakter, bukan sekadar komoditas ujian nasional.
Pendidikan ideal adalah pendidikan yang merdeka, kritis, dan membebaskan, bukan pengulangan materi formalitas yang justru menjauhkan anak dari makna asli Pancasila. Kurikulum harus menjadikan nilai-nilai keadilan sosial, kedaulatan rakyat, dan penghormatan pada keberagaman sebagai dasar perilaku, bukan sekadar hafalan.
Solusi Partai X: Sekolah Harus Jadi Lokasi Hidupnya Nilai, Bukan Sekadar Tempat Ujian
Partai X mendorong transformasi menyeluruh dalam pendidikan nilai Pancasila. Pertama, dengan menjadikan sekolah sebagai ruang hidup Pancasila, melalui praktik demokrasi partisipatif di lingkungan pelajar.
Kedua, menggandeng komunitas warga, pesantren, dan organisasi sosial untuk menghidupkan nilai gotong royong, kemandirian, dan keadilan sosial.
Ketiga, menghapus pendekatan penyeragaman dan menggantinya dengan pendidikan yang kontekstual, berbasis pengalaman hidup, dan analisis kritis atas situasi nyata.
Terakhir, negara wajib menghadirkan keteladanan dalam birokrasi dan kebijakan publik. Karena Pancasila tidak akan bermakna di ruang kelas, jika di ruang kekuasaan justru dilanggar.
Partai X menegaskan bahwa menjadikan Pancasila sebagai ujian nasional harus diiringi dengan revolusi budaya pembelajaran. Negara harus hadir dalam integritas, bukan retorika; dalam keteladanan, bukan pencitraan.
Tanpa itu, Pancasila akan tetap jadi hafalan tanpa makna, sekadar soal di kertas yang tak mampu membentuk bangsa.