beritax.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan permintaan fee dalam kasus korupsi pengurusan dana hibah Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Jawa Timur. Dana tersebut dialokasikan untuk tahun anggaran 2021–2022 dan sebelumnya juga terkait praktik korupsi periode 2019–2020. Pemeriksaan saksi-saksi di Gresik memperkuat dugaan adanya fee yang diminta oleh tersangka sebagai “komitmen” pencairan dana. Total 21 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini, terdiri dari empat penyelenggara negara dan 17 pemberi suap.
Partai X: Rakyat Dibohongi, Bansos Dijarah Sistematis
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyebut praktik ini sebagai kejahatan kekuasaan yang menghina martabat rakyat. “Tugas negara itu tiga: melindungi, melayani, dan mengatur rakyat. Tapi ini justru menjarah dana untuk rakyat,” tegasnya. Ia menyoroti bagaimana dana hibah, yang seharusnya jadi alat pemerataan, justru dijadikan alat dagang kekuasaan. Kasus ini membuktikan bahwa korupsi bukan sekadar tindakan individu, tapi bagian dari jaringan kekuasaan.
Partai X menilai skema Pokmas selama ini disusupi oleh aktor-aktor penguasa lokal dan pusat demi memupuk kekuatan elektoral. “Jangan bohongi rakyat dengan narasi bantuan, kalau ujungnya pungli berjamaah,” ujar Rinto. Ia mendesak KPK tak hanya fokus pada nominal fee, tetapi membongkar struktur patronase dan politisasi hibah yang mengakar. “Kita harus bertanya, siapa yang memerintah? Siapa yang memetik hasil elektoral dari modus ini?” tambahnya.
Partai X percaya bahwa negara harus berdiri di atas keadilan rakyat, bukan transaksi kekuasaan. Negara harus mendorong sistem distribusi anggaran yang transparan, partisipatif, dan adil. Hibah dan bansos harus disalurkan melalui mekanisme terbuka, berbasis kebutuhan, dan diawasi publik secara langsung.
Solusi Partai X: Audit Rakyat dan Hilirisasi Kebijakan Sosial
Partai X menawarkan reformasi menyeluruh atas skema hibah melalui model “Audit Rakyat” yang melibatkan LSM, perguruan tinggi, dan komunitas lokal sebagai pengawas. Pengajuan hibah harus terintegrasi dalam satu sistem digital nasional dan dipantau real-time oleh lembaga independen. Di sisi lain, perlu dilakukan hilirisasi kebijakan sosial: memastikan setiap dana publik menghasilkan nilai tambah, bukan hanya bantuan instan, tetapi penguatan ekonomi warga.
Partai X menegaskan bahwa pencurian dana hibah adalah pengkhianatan terhadap demokrasi itu sendiri. “Bagaimana bisa bicara keadilan sosial, jika uang rakyat dijadikan komoditas penguasa?” tanya Rinto. Ia menyerukan KPK untuk membuka semua nama dan jaringan yang terlibat, termasuk mereka yang masih duduk nyaman di jabatan pemerintahan. Sebab keadilan tidak akan hadir jika hukum berhenti pada boneka, bukan dalang sesungguhnya.