Oleh: Rinto Setiyawan
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia | Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute
beritax.id – Sudah sejak lebih dari 13 tahun lalu, Emha Ainun Nadjib atau yang lebih kita kenal sebagai Cak Nun, meramalkan bahwa Iran akan diserang oleh Israel. Tapi ini bukan ramalan mistik, melainkan pembacaan mendalam atas kondisi geopolitik global dan kekuatan struktur negara. Hari ini, ketika prediksi itu terbukti lewat perang terbuka antara Iran dan Israel, kita perlu menggali kembali makna besar di balik ucapan beliau.
Menurut Cak Nun, hanya ada dua negara yang benar-benar kuat secara sistemik di dunia saat ini: China dan Iran. Dua negara ini tidak hanya kuat dalam militer atau teknologi, tetapi juga kokoh dalam struktur ketatanegaraannya.
China: Komunis di Politik, Kapitalis di Ekonomi
China berhasil menciptakan sintesis unik antara komunisme dalam sistem politik dan kapitalisme dalam sistem ekonomi. Mereka tidak sepenuhnya menolak globalisasi, tetapi mengendalikannya. Mereka tidak menolak pasar, tetapi mengaturnya. Struktur negara China bersifat vertikal, sentralistik, dan terintegrasi kuat antara otoritas pusat dan daerah. Inilah yang membuat negara tersebut bisa bertahan dari krisis global, berdiri sebagai penantang dominasi Barat, dan tampil sebagai kekuatan ekonomi nomor dua dunia.
Iran: Kekuatan Prinsip dan Spiritualitas Imamah
Sementara Iran kokoh karena menerapkan prinsip imamah, yaitu sistem kepemimpinan spiritual dan moral yang mengakar dalam tradisi Islam. Iran bukan sekadar negara dengan pemimpin politis, tetapi negara yang dibangun berdasarkan panduan nilai-nilai Tuhan. Struktur ketatanegaraan mereka menempatkan pemimpin tertinggi, Wilayah al-Faqih sebagai penjaga arah bangsa, bukan sekadar penguasa administratif. Maka meskipun Iran dijatuhkan sanksi, diisolasi, diprovokasi dari dalam dengan adu domba Sunni-Syiah, mereka tetap berdiri. Kokoh. Penuh martabat.
Menurut Cak Nun, Amerika dan Israel tidak bisa menggoyang Iran lewat provokasi psikologis dan disinformasi. Maka jalan terakhir adalah serangan militer. Dan itu pun tidak akan mudah, sebab kekuatan spiritual dan rakyat Iran bukan sembarangan.
Amerika Sendiri Dikuasai oleh Swasta
Ironisnya, Amerika Serikat, negara yang selama ini menjadi ikon demokrasi dan kekuatan dunia, sendiri telah digerogoti dari dalam oleh kekuatan modal swasta. Hanya 1% penduduk Amerika yang menguasai 95% kekayaan nasional. Negara superpower ini bukan lagi milik rakyatnya, tetapi milik oligarki yang menyetir kebijakan luar negeri, termasuk dukungan ke Israel. Maka, meskipun secara formal Amerika adalah negara republik, substansi kekuasaan nyatanya telah direbut oleh segelintir elit ekonomi.
Bandingkan dengan Iran, di mana pemimpin tertingginya hidup sederhana, dan keberpihakannya kepada rakyat lebih nyata. Meskipun dikepung propaganda, struktur ketatanegaraan mereka menjadikan Iran tetap berdaulat.
Pelajaran untuk Indonesia
Apa maknanya bagi Indonesia?
Pertama, kita tidak boleh terus menutup mata terhadap ketidakseimbangan struktur ketatanegaraan kita sendiri. Saat negara lain memperkuat jantung kekuasaan dan arah bangsa, kita justru memperbesar peran partai, mempersempit ruang rakyat, dan membiarkan konstitusi kita diacak-acak oleh elite untuk kepentingan lima tahunan.
Kedua, kita butuh desain ulang ketatanegaraan. Seperti yang sering dikatakan Cak Nun, negara harus dibangun dari prinsip spiritualitas, amanah, dan nilai luhur. Negara tidak cukup hanya dengan sistem pemilu dan lembaga legislative, tetapi harus ada jiwa dan nalar kepemimpinan yang tumbuh dari cinta dan tanggung jawab kepada rakyat dan Tuhan.
Ketiga, kita harus belajar dari kekuatan sistem Iran dan China, bukan semata-mata meniru, tapi memahami bahwa kedaulatan rakyat tidak mungkin terwujud bila struktur negara rapuh. Reformasi sistemik yang diajukan oleh Cak Nun bukan ilusi, melainkan satu-satunya jalan jika kita ingin Indonesia tidak menjadi “banteng yang diadu oleh matador asing.”
Penutup
Ramalan Cak Nun bukan hanya tentang Iran atau Israel. Itu adalah kode keras kepada bangsa Indonesia: jika kita tidak segera memperkuat struktur negara, menanamkan kembali nilai spiritual dalam politik, dan membangun keteguhan moral dalam pemerintahan, maka nasib kita tidak akan jauh dari negara-negara boneka yang terus dikendalikan kekuatan luar.
Dan seperti Iran, kita hanya bisa kuat kalau ketatanegaraan kita berdiri di atas nilai-nilai transenden dan cinta sejati kepada rakyat.