Oleh: Rinto Setiyawan , A.Md., S.H., CTP
Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute
beritax.id – Polemik dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo kembali menjadi perbincangan nasional. Trio yang populer dengan sebutan RRT—Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dr. Tifa—terlihat begitu aktif menelusuri beragam dokumen dan berkeliling ke berbagai lembaga. Mereka mendatangi UGM, KPU Surakarta, KPU Pusat, hingga Komisi Informasi, seolah setiap pintu bisa membuka jawaban atas polemik tersebut.
Namun jika kita meletakkan persoalan ini dalam kerangka tata negara yang benar, langkah RRT sebenarnya menyimpang dari jalur yang seharusnya. Mereka sibuk masuk ke ruangan yang bukan pelaku utama, sementara pihak yang paling bertanggung jawab justru luput dari sorotan: partai-partai politik yang mengusung Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019.
Analogi Keluarga: Siapa Mengusulkan, Dia yang Bertanggung Jawab
Yang paling mudah untuk menjelaskan kesalahan arah ini adalah melalui analogi yang sering digunakan dalam filsafat politik: negara sebagai keluarga besar.
- Rakyat = Istri = Pemilik rumah dan sumber kehidupan.
- MPR = Suami = Kepala rumah tangga yang memimpin dan menjaga arah keluarga.
- Presiden = Asisten Rumah Tangga = Pelayan yang dipekerjakan untuk menjalankan tugas.
- Partai Politik = Agen Asisten Rumah Tangga = Pihak yang mengusulkan dan menjamin kualitas asisten.
Jadi, jika suatu hari ada dugaan masalah pada asisten rumah tangga, siapa pihak pertama yang harus dimintai pertanggungjawaban?
Jawabannya jelas:
Agen yang mengirim asisten tersebut — bukan RT, bukan tetangga, dan bukan sekolah lamanya.
Dalam konteks negara, agen itu adalah partai politik.
Parpol adalah pihak yang mengusulkan Jokowi sebagai calon presiden, menandatangani dokumen persyaratan, menyatakan layak, serta menjamin keabsahan seluruh berkas, termasuk ijazah.
Jika sekarang muncul polemik, logikanya:
Parpol pengusung harus menjadi pihak pertama yang ditanya.
Siapa Parpol Pengusung Jokowi?
Pilpres 2014 – Koalisi Indonesia Hebat (KIH):
- PDI Perjuangan
- PKB
- NasDem
- Hanura
Pilpres 2019 – Koalisi Indonesia Kerja (KIK):
- PDI Perjuangan
- Golkar
- PKB
- NasDem
- PPP
- Hanura
- PKPI
- Perindo
- PSI
Parpol-parpol inilah yang secara resmi mengangkat dan mendorong Jokowi sebagai calon presiden, lengkap dengan dokumen yang mereka setujui dan pertanggungjawabkan.
Maka ketika muncul dugaan masalah ijazah, yang wajib dimintai klarifikasi adalah mereka, bukan lembaga yang hanya memproses atau menyimpan dokumen.
RRT Melompat Pintu: Berkeliling, Tapi Tidak ke Sumbernya
RRT telah melakukan usaha keras: mendatangi kampus, KPU, dan lembaga-lembaga negara. Tetapi secara struktur kenegaraan, langkah itu melompat aktor yang paling bertanggung jawab.
- KPU tidak mengusulkan calon presiden.
- UGM tidak pernah mendaftarkan Jokowi ke Pilpres.
- Komisi Informasi bukan penjamin kelayakan calon.
Semua tanggung jawab itu ada pada parpol.
Maka investigasi ke KPU atau kampus sebenarnya berada di luar jalur prosedural.
RRT menembak, tetapi ke arah yang bukan pemegang senjata.
Bagaimana Seharusnya? Mulai dari Parpol
Dalam sistem pemilu, mekanismenya jelas:
- Parpol mengusulkan calon presiden.
- Parpol menandatangani dokumen dan menjamin kelayakan.
- Parpol bertanggung jawab kepada rakyat atas calon yang mereka ajukan.
Jadi langkah yang benar bagi RRT adalah:
- Mengirim permintaan klarifikasi ke semua parpol pengusung Jokowi 2014 dan 2019.
- Menanyakan apakah verifikasi ijazah dilakukan.
- Meminta parpol menjelaskan prosedur seleksi internal.
- Jika parpol menyatakan lalai → barulah investigasi publik mendapat legitimasi moral dan hukum.
Inilah alur yang benar dalam demokrasi.
Arahkan Kritik ke tempat yang Tepat
Kritik publik itu sehat. Investigasi warga negara itu penting. Tetapi kritik harus diarahkan ke aktor yang tepat agar negara bekerja sebagaimana mestinya.
Polemik ijazah Jokowi tidak akan pernah menemukan ujungnya jika publik terus mengetuk pintu yang salah. Dalam kasus ini, langkah yang paling masuk akal, paling konstitusional, dan paling logis adalah:
Mintalah pertanggungjawaban kepada partai-partai politik pengusung Jokowi, karena merekalah yang mengangkat, menyeleksi, dan menjamin kelayakan dokumen beliau.
Setelah parpol memberikan penjelasan — atau mengakui kelalaian — barulah publik berhak melanjutkan investigasi lebih jauh.
RRT tidak salah mengkritik. Mereka hanya salah arah.
Dan tugas kita bersama adalah mengembalikan kritik pada jalur yang benar, agar demokrasi tidak sekadar ribut, tetapi efektif mengoreksi kesalahan di sumbernya.



