beritax.id – Anggota Badan Legislasi DPR RI, Syarief Muhammad, menegaskan pentingnya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Menurutnya, relasi timpang antara pekerja rumah tangga (PRT) dan pemberi kerja belum pernah ditangani serius oleh negara.
Ia menyebut RUU PPRT harus menjadi prioritas untuk menghapus ketimpangan perlindungan dan posisi tawar yang sangat lemah. PRT kerap menjadi korban kekerasan karena minimnya perlindungan dan belum adanya pengakuan hukum formal yang kuat.
Syarief juga mengutip data yang menunjukkan banyaknya kasus kekerasan terhadap PRT. CATAHU Komnas Perempuan mencatat 25 kasus antara 2019–2023, sedangkan JALA PRT mencatat 2.641 kasus sejak 2018.
Ia menyebut sebagian besar kekerasan tidak pernah dilaporkan karena ketakutan, minim akses hukum, dan ketidakhadiran negara. Contohnya, kasus penyekapan PRT asal NTT di Jawa Barat yang tidak diberi makan oleh majikan. Syarief menyebut peristiwa itu sebagai simbol lemahnya perlindungan hukum.
Partai X: Perlindungan Harus Nyata, Bukan Retorika Simbolik
Menanggapi hal itu, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menekankan bahwa negara harus melindungi seluruh rakyat tanpa kecuali. “Tugas negara itu tiga: melindungi, melayani, dan mengatur rakyat, bukan hanya membuat simbol,” ujarnya.
Rinto mengkritik keras apabila RUU PPRT hanya menjadi jargon tanpa transformasi nyata dalam hukum dan perlindungan sosial. Menurutnya, perlindungan PRT adalah ukuran keberpihakan negara terhadap kelompok paling rentan di tengah sistem kerja domestik.
Partai X mendukung percepatan pembahasan RUU PPRT. Namun, isi dan implementasinya harus menjamin keadilan, bukan hanya prosedur hukum. Rinto menegaskan bahwa setiap pasal dalam RUU tersebut harus memuat jaminan atas hak hidup, hak upah, dan hak ibadah.
“Jangan sampai perlindungan hanya jadi narasi media tanpa jaminan sosial yang menyeluruh dan dapat dieksekusi,” ujarnya.
Negara Tak Boleh Netral Saat Rakyat Dilecehkan
Partai X berpandangan bahwa negara tak boleh netral dalam konflik ketimpangan antara majikan dan PRT. Netralitas dalam konteks ini hanya mengabadikan ketidakadilan. Negara harus berpihak pada kelompok tertindas.
Menurut prinsip Partai X, kebijakan hukum harus bertumpu pada keadilan substantif, bukan hanya keadilan formal administratif. PRT adalah rakyat, dan negara wajib menjamin martabat serta keamanan mereka.
Partai X mengusulkan pembentukan lembaga pengawas perlindungan kerja domestik yang independen dan menjangkau seluruh wilayah. Undang-undang tanpa mekanisme kontrol hanya akan menjadi tumpukan kertas di lemari birokrasi.
“Sistem hukum yang adil harus bisa menghukum pelaku kekerasan dan memberdayakan korban,” ujar Rinto. Ia menutup dengan seruan, bahwa martabat bangsa tercermin dari bagaimana negara memperlakukan rakyat kecil di sektor informal.