beritax.id — Komisi III DPR RI menyatakan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) masih terbuka untuk masukan publik hingga sidang paripurna. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menegaskan bahwa perubahan pasal masih dimungkinkan asal didukung dan disetujui oleh fraksi dan anggota dewan. Sikap terbuka ini dipandang sebagai langkah baik untuk mendengar pendapat masyarakat luas.
Dalam rapat dengar pendapat dengan berbagai organisasi bantuan hukum, Habiburokhman menegaskan bahwa tidak ada pembatasan terhadap masyarakat atau organisasi mana pun untuk memberi masukan. “Selama proses ini belum paripurna, kita akan terbuka menerima masukan masyarakat,” ujarnya. Namun fakta bahwa Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebanyak 1.676 poin diselesaikan hanya dalam dua hari tetap menimbulkan tanda tanya besar tentang kualitas pembahasannya.
Partai X: Buka Masukan Tapi Ringankan Hukuman? Ini Kontradiktif!
Menanggapi langkah DPR tersebut mengenai revisi KUHAP, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyampaikan bahwa membuka ruang masukan publik adalah langkah demokratis, namun jangan sampai hanya menjadi formalitas. “Kalau pasal-pasal bisa diubah dengan masukan publik, kenapa dalam praktiknya justru koruptor diberi kemudahan melalui revisi?” tegas Prayogi.
Menurutnya, keadilan bukan sekadar prosedur, tetapi substansi. Bila publik diberi kesempatan menyampaikan pendapat. Maka negara juga wajib mendengarkan suara korban korupsi yang selama ini tidak pernah duduk di meja pengambilan keputusan.
Hukum untuk Siapa? Bukan untuk Pelaku, Tapi untuk Rakyat
Partai X mengingatkan bahwa hukum dibuat untuk melindungi rakyat, bukan membebaskan penguasa. Dalam banyak revisi perundang-undangan, yang diuntungkan justru mereka yang memiliki akses kekuasaan. Sementara rakyat kecil hanya diberi panggung sebagai ‘partisipan’ tanpa bobot pengaruh dalam penentuan arah kebijakan hukum nasional.
Prayogi menyebut, “Hukum tak cukup dibahas terbuka jika muatannya tertutup bagi keadilan.” Ia menyoroti bagaimana revisi UU seringkali melemahkan upaya pemberantasan korupsi dan malah memperkuat perlindungan terhadap penguasa yang bersalah.
Solusi Partai X: Hukum Berbasis Keadilan dan Transparansi
Partai X mendorong tiga langkah konkret sebagai solusi:
Pertama, pembahasan hukum harus melibatkan Sekolah Negarawan agar ada nalar etis dan filosofis dalam proses legislasi.
Kedua, masukan publik harus bersifat mengikat dalam poin-poin kritis yang menyangkut hak rakyat dan pengawasan terhadap kekuasaan.
Ketiga, semua revisi perundangan wajib diuji berdasarkan prinsip efektivitas, efisiensi, dan transparansi sebagaimana prinsip utama negara menurut Partai X.
Hukum Tak Boleh Jadi Perisai Oligarki
Bagi Partai X, negara adalah entitas yang berfungsi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat, bukan menjadi alat pembenar bagi penguasa yang menyalahgunakan wewenang. Jika hukum dibuat lentur untuk penguasa dan keras bagi rakyat, maka hukum itu gagal dalam mandat dasarnya.
Dengan prinsip bahwa pemerintah hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi kuasa oleh rakyat seluruhnya, maka tugas DPR dan aparat penegak hukum adalah melindungi rakyat secara utuh, bukan menyesuaikan pasal demi kepentingan sesaat.
“Kalau hukum masih bisa dibuka untuk perubahan, mari ubah demi rakyat, bukan demi yang korup!” tutup Prayogi.