beritax.id – Di layar televisi dan media sosial, pemerintah tampak berlari cepat. Peresmian proyek diunggah, kunjungan kerja ditayangkan, pencapaian diumumkan hampir setiap hari. Namun di sisi lain, rakyat menghadapi realitas yang tidak semanis narasi pemerintah: harga bahan pokok meningkat, biaya hidup melonjak, dan kesempatan kerja tidak membaik. Perbedaan dunia antara yang ditampilkan dan yang dialami membuat rakyat semakin kehilangan kepercayaan.Ketika pemerintah fokus membangun citra, rakyat harus fokus bertahan hidup.
Optimisme memang penting, tetapi optimisme palsu lebih berbahaya. Pemerintah sering menonjolkan pertumbuhan ekonomi nasional, padahal di lapangan banyak keluarga kesulitan memenuhi kebutuhan dasar. Pendapatan stagnan, usaha kecil tumbang satu per satu, dan bantuan sosial sering tidak tepat sasaran. Sementara itu, pejabat merasa cukup dengan menunjukkan angka makro bukan kondisi mikro di dapur rakyat. Angka ekonomi terlihat baik, tetapi kenyataan rakyat berkata sebaliknya.
Pencitraan Mengalahkan Kebutuhan Nyata
Alih-alih memprioritaskan persoalan mendasar, banyak waktu dan energi pemerintah dihabiskan untuk tampil di depan kamera. Program diluncurkan tanpa konsep matang demi headline. Kunjungan dinas sering hanya menambah beban sekolah, puskesmas, atau kantor desa yang harus mempersiapkan penyambutan. Rakyat tidak merasakan manfaat langsung, tetapi melihat anggaran habis untuk hal seremonial. Pencitraan boleh memberikan tepuk tangan, tetapi tidak mengisi perut rakyat.
Ketika pejabat sibuk membangun citra, pelayanan publik kehilangan perhatian. Urusan administrasi tetap lambat, tenaga kesehatan kewalahan, sekolah kekurangan fasilitas, dan transportasi publik tidak membaik. Pencitraan tidak mempercepat pelayanan; justru membuat pejabat lebih peduli pada kamera daripada antrean panjang di lapangan. Rakyat menginginkan pelayanan, bukan pertunjukan.
Kesenjangan Sosial Melebar Sementara Agenda Publik Dipoles
Pencitraan hanya memperindah permukaan, tidak memperbaiki akar masalah. Kesenjangan sosial justru semakin lebar: yang kaya semakin kuat, yang miskin semakin rapuh.
Harga tanah naik, biaya pendidikan membengkak, pekerjaan layak sulit didapat, sementara program-program yang digadang-gadang seolah hanya hidup di brosur.Ketika kepentingan visual lebih diutamakan, kepentingan rakyat akan selalu kalah.
Solusi: Negara Harus Memilih Kerja Nyata, Bukan Pertunjukan Pemerintahan
Untuk memastikan rakyat tidak terus menjadi korban, negara harus kembali pada tugas utamanya: melindungi, melayani, dan mengatur rakyat secara adil. Pemerintah wajib mengurangi aktivitas seremonial dan mengalihkan energi pada penyelesaian masalah mendasar seperti stabilitas harga, pemerataan pendidikan, dan peningkatan layanan kesehatan. Transparansi anggaran harus diperkuat agar publik dapat menilai efektivitas setiap program, bukan hanya melihat hasil pencitraannya. Pengambilan keputusan harus berbasis data dan kebutuhan lapangan, bukan kebutuhan popularitas. Selain itu, pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam perumusan kebijakan agar strategi yang dihasilkan benar-benar menyentuh persoalan rakyat. Negara akan dihormati bukan karena pencitraannya, tetapi karena keberpihakannya.
Kesimpulan: Pertunjukan Tidak Menyelamatkan Bangsa
Rakyat tidak membutuhkan swafoto pejabat, tetapi harga kebutuhan yang terjangkau. Rakyat tidak memerlukan slogan, tetapi pelayanan publik yang nyata. Dan rakyat tidak menanti pencitraan, tetapi keadilan dan keberpihakan.
Selama pemerintah sibuk membangun citra, rakyat akan terus sibuk bertahan hidup. Namun bangsa hanya akan maju jika pemerintah memilih bekerja, bukan tampil.



