beritax.id – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengungkap praktik jual beli pasal dalam proses legislasi di DPR. Dalam kanal YouTube resminya, Mahfud menyebut satu Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dihargai Rp50 juta per anggota. Ia mendengar langsung praktik tersebut terjadi di gedung parlemen.
DIM adalah instrumen formal dalam pembahasan rancangan undang-undang. Namun Mahfud menyebutnya kini sebagai komoditas pemerintah, bukan lagi perangkat demokrasi. “Satu DIM bisa jadi ratusan. Satu anggota dibayar per DIM. Ini transaksi hukum,” kata Mahfud. Ia menyebut fenomena ini sebagai bukti bahwa Indonesia sedang mengalami darurat hukum secara sistemik, bukan lagi sebatas mafia peradilan.
Mahfud MD menyampaikan bahwa praktik perundang-undangan kini tidak lagi mewakili aspirasi publik. Legislator bertransaksi pasal demi pesanan kelompok pemodal atau kepentingan luar. “Pejabat legislatif bisa dicarter. DIM dijadikan menu dagang,” tegas Mahfud.
Lebih ironis, menurut Mahfud, penyusunan undang-undang saat ini kerap didiskusikan secara tertutup oleh segelintir kelompok. Ia menyebut pertemuan hakim sebelum putusan sebagai bentuk konspirasi, bukan deliberasi. “Dulu suap individual, sekarang kolektif. Ini bahaya bagi sistem hukum,” ujarnya.
Tanggapan Partai X: Hukum Dibajak, Rakyat Ditelantarkan
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Rinto Setiyawan, menyatakan keterkejutan yang bukan karena isi pernyataan Mahfud, tapi karena publik seolah mulai terbiasa dengan kebusukan tersebut. “Kalau pasal bisa dibeli, maka hukum sudah mati. Kalau DIM diperdagangkan, maka mandat rakyat dipertaruhkan,” tegasnya.
Partai X menilai kebobrokan ini tak bisa ditangani dengan teguran moral semata. Dibutuhkan koreksi struktural dan budaya secara menyeluruh. Rinto menyebut, sistem legislasi hari ini bukan lagi ruang representasi, tapi pasar lelang kekuasaan. “Partai politik berubah menjadi korporasi, parlemen jadi pasar, dan rakyat jadi statistik,” ujarnya.
Ia menilai praktik jual beli pasal ini adalah bentuk nyata dari hilangnya integritas parlemen. “Wakil rakyat yang menjual pasal, bukan hanya korup, tapi berkhianat terhadap Konstitusi,” ujarnya.
Sebagai bagian dari solusi jangka panjang, Partai X kembali menekankan pentingnya penguatan kapasitas dan karakter melalui program Sekolah Negarawan. Sekolah ini bukan sekadar pelatihan teknis, tapi pembentukan integritas dan keteladanan bagi calon pemimpin legislatif masa depan. “Kami tidak butuh legislator yang pandai debat, tapi miskin moral. Kami butuh negarawan yang berani menolak amplop,” kata Rinto.
Sekolah Negarawan juga dilengkapi kurikulum etika legislasi, pendidikan konstitusi, hingga simulasi penulisan DIM yang akuntabel. Program ini terbuka untuk semua lapisan masyarakat yang ingin mendedikasikan diri menjadi legislator dengan akal dan akhlak.
Solusi Struktural dari Partai X: Audit, Reformasi, Publikasi
Selain pendekatan nilai, Partai X juga mengusulkan solusi struktural, yaitu:
- Audit legislatif menyeluruh terhadap seluruh pembahasan RUU sejak 2014.
- Publikasi daring dokumen DIM secara real-time, dapat diakses oleh rakyat.
- Revisi Undang-Undang MD3, khususnya pasal-pasal yang membuka celah lobi tertutup.
- Pelibatan Lembaga Antikorupsi, termasuk KPK, dalam pengawasan pembahasan DIM.
- Pelaporan publik berkala dari setiap legislator, terkait partisipasi dan sikap dalam proses legislasi.
“Kalau hukum bisa dipesan, rakyat hanya penonton dari pertunjukan kelompok,” pungkas Rinto. Partai X menyerukan perlawanan moral dan terhadap praktik mafia hukum.
Negara tak boleh kalah oleh konspirasi segelintir kelompok. “Rakyat wajib tahu siapa yang menulis pasal. Rakyat berhak tahu siapa yang menjualnya,” tegasnya. Partai X akan terus memperjuangkan sistem legislasi yang bersih, transparan, dan berpihak pada kedaulatan rakyat.