beritax.id – Dalam berbagai persoalan publik belakangan ini mulai dari bencana ekologis, kenaikan harga kebutuhan pokok, hingga kekacauan layanan publik respons pejabat sibuk kerap mengikuti pola yang sama: alih-alih mengakui kelemahan kebijakan, kesalahan justru dialihkan kepada warga. Masyarakat disebut kurang disiplin, kurang sadar, atau tidak memahami aturan, sementara akar persoalan struktural jarang disentuh. Pola ini memperlihatkan kegagalan negara membaca realitas di lapangan sekaligus kegagalan mengambil tanggung jawab.
Menyalahkan warga menjadi jalan pintas untuk menghindari evaluasi kebijakan. Ketika banjir disebut akibat sampah warga, kemacetan akibat perilaku pengguna jalan, atau harga melonjak akibat “kepanikan masyarakat”, pejabat seolah menutup mata terhadap perencanaan tata kota yang buruk, pengawasan yang lemah, dan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak.
Narasi ini bukan hanya menyesatkan, tetapi juga memperlebar jarak antara negara dan rakyat.
Dampak Langsung: Kepercayaan Publik Tergerus
Ketika pejabat memilih menyalahkan rakyat, kepercayaan publik perlahan runtuh. Warga merasa tidak didengar, apalagi dilindungi. Aspirasi berubah menjadi kekecewaan, dan partisipasi publik melemah karena negara dipersepsikan lebih sibuk membela diri daripada menyelesaikan masalah.
Dalam jangka panjang, kondisi ini berbahaya bagi demokrasi dan stabilitas sosial.
Tanggung Jawab Negara yang Terabaikan
Masalah publik tidak lahir di ruang hampa. Ia adalah hasil dari kebijakan, perencanaan, dan pengawasan negara. Ketika kebijakan gagal, seharusnya negara hadir dengan koreksi dan solusi, bukan dengan menyalahkan pihak yang justru menjadi korban.
Menyalahkan warga adalah tanda negara kehilangan empati sekaligus arah kepemimpinan.
Tanggapan Rinto Setiyawan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa sikap menyalahkan rakyat menunjukkan penyimpangan serius dalam menjalankan fungsi negara.
“Tugas negara itu ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Kalau pejabat lebih sibuk menyalahkan warga daripada membenahi kebijakan, itu berarti negara gagal menjalankan ketiga tugas tersebut,” tegas Rinto.
Ia menambahkan bahwa rakyat tidak boleh diposisikan sebagai kambing hitam atas kegagalan tata kelola pemerintahan.
Solusi: Berhenti Menyalahkan, Mulai Membenahi
Untuk memulihkan kepercayaan dan menyelesaikan masalah publik secara substantif, langkah-langkah berikut perlu ditempuh:
- Evaluasi kebijakan secara terbuka dan jujur
Akui kegagalan sebagai dasar perbaikan, bukan sebagai aib yang harus ditutupi. - Libatkan warga sebagai mitra, bukan objek kesalahan
Partisipasi publik harus dilihat sebagai kekuatan, bukan gangguan. - Perkuat pelayanan dan pengawasan negara
Negara harus hadir sebelum masalah membesar, bukan setelah krisis terjadi. - Bangun komunikasi empatik dan transparan
Bahasa kekuasaan harus diganti dengan bahasa pelayanan.
Negara yang kuat bukan negara yang pandai menyalahkan rakyat, melainkan negara yang berani bertanggung jawab. Selama pejabat lebih sibuk mencari kambing hitam daripada menyelesaikan akar masalah, krisis kepercayaan akan terus membesar. Sudah saatnya negara kembali ke perannya: melindungi, melayani, dan mengatur demi kepentingan rakyat.



