beritax.id – Di tengah derasnya agenda kekuasaan, revisi undang-undang, dan konsolidasi kekuasaan di tingkat pejabat, persoalan nyata yang dihadapi rakyat justru kerap tertinggal. Hal ini menunjukkan kegagalan negara kenaikan harga kebutuhan pokok, ketidakpastian kerja, konflik agraria, hingga dampak bencana masih menjadi beban sehari-hari masyarakat, sementara negara terlihat lebih sibuk mengatur struktur kekuasaan daripada memastikan rakyat terlindungi. Situasi ini memunculkan pertanyaan mendasar: untuk siapa negara bekerja?
Agenda Kekuasaan Mendominasi Ruang Publik
Dalam beberapa waktu terakhir, perhatian pemerintah dan lembaga pemerintah tersedot pada pembahasan regulasi strategis, distribusi kewenangan, serta wacana efisiensi peemrintah. Sayangnya, pembahasan tersebut seringkali minim partisipasi publik dan jauh dari kebutuhan mendesak masyarakat.
Alih-alih memperkuat layanan dasar, negara justru tampak fokus merapikan mekanisme kekuasaan, sementara rakyat diminta bertahan sendiri menghadapi tekanan ekonomi dan sosial.
Rakyat Berjuang Tanpa Negara
Di lapangan, masyarakat menghadapi realitas yang kontras dengan narasi stabilitas. Petani kehilangan lahan, buruh bergulat dengan upah stagnan, pelaku UMKM tertekan kebijakan pajak dan biaya produksi, sementara korban bencana menunggu bantuan yang lambat datang.
Negara hadir dengan aturan dan imbauan, tetapi absen ketika rakyat membutuhkan perlindungan konkret dan pelayanan nyata.
Negara sebagai Penonton, Rakyat sebagai Penanggung Beban
Ketika negara lebih sibuk mengelola kekuasaan, rakyat diposisikan sebagai penonton kebijakan yang dampaknya harus mereka tanggung sendiri. Kondisi ini memperlebar jarak antara penguasa dan warga, serta mengikis kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Negara yang seharusnya menjadi sandaran justru terlihat berjarak dan birokratis.
Tanggapan Rinto Setiyawan: Negara Tidak Boleh Lepas Tangan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa arah kebijakan seperti ini menunjukkan kegagalan negara memahami mandat dasarnya.
“Tugas negara itu ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika negara sibuk mengatur kekuasaan tapi membiarkan rakyat mengurus nasibnya sendiri, itu berarti negara sedang lupa tugas utamanya,” tegas Rinto.
Menurutnya, kekuasaan bukan tujuan, melainkan alat untuk menjamin kesejahteraan rakyat.
Rinto menekankan bahwa negara tidak boleh menjadikan stabilitas pemerintahan dan pengaturan kekuasaan sebagai prioritas tunggal. Tanpa keberpihakan pada rakyat, stabilitas hanya menjadi ilusi yang rapuh.
Negara yang kuat bukanlah negara yang paling rapi mengatur kekuasaan, tetapi yang paling hadir saat rakyat membutuhkan.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk mengembalikan fungsi negara pada rel yang seharusnya, diperlukan langkah nyata:
- Mengalihkan fokus kebijakan dari konsolidasi kekuasaan ke perlindungan dan kesejahteraan rakyat
- Memastikan setiap regulasi berdampak langsung pada perbaikan hidup masyarakat
- Memperkuat layanan publik yang responsif, terutama di sektor ekonomi, kesehatan, dan kebencanaan
- Membuka ruang partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan
- Menegaskan kembali peran negara sebagai pelindung, pelayan, dan pengatur rakyat bukan sekadar pengelola kekuasaan
Partai X menegaskan, negara tidak boleh berdiri di menara kekuasaan sambil membiarkan rakyat berjuang sendirian. Negara ada karena rakyat, dan kekuasaan hanya sah jika digunakan untuk melindungi, melayani, dan mengatur demi kepentingan rakyat.



