beritax.id – Pemerintah didesak untuk segera memberikan kepastian hukum bagi pelaku industri kelapa sawit yang telah menyelesaikan kewajibannya sesuai Pasal 110A Undang-undang (UU) Cipta Kerja. Hal ini menyoroti pentingnya percepatan penerbitan izin pelepasan kawasan hutan dan penyederhanaan prosedur pengajuan Hak Guna Usaha (HGU) demi menjaga stabilitas industri kelapa sawit yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Dr. Eugenia Mardanugraha menegaskan bahwa kepastian hukum sangat krusial untuk mendorong investasi di sektor sawit. “Sektor sawit memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional. Kepastian hukum sangat penting,” ujar Eugenia.
Dukungan Partai X: Hukum Harus Tegas dan Berpihak pada Kepentingan Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa pemerintah harus bertindak tegas namun tetap berkeadilan dalam mengatur industri sawit. Menurutnya, kebijakan yang berlarut-larut hanya akan menciptakan ketidakpastian yang berisiko merugikan para investor dan petani sawit.
“Pemerintah harus melindungi rakyat dengan menciptakan aturan yang jelas dan tegas. Jangan sampai kebijakan yang tumpang-tindih membuat industri sawit tersendat dan investor bingung,” tegas Rinto.
Partai X juga menyoroti pentingnya penerbitan izin pelepasan kawasan hutan bagi perusahaan yang telah memenuhi kewajibannya sesuai dengan Pasal 110A UU Cipta Kerja. “Jika sudah memenuhi persyaratan, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda-nunda penerbitan izin,” ujar Rinto.
Penataan Peraturan yang Konsisten
Partai X juga mendukung usulan agar regulasi industri sawit dibuat seragam di seluruh Indonesia. Langkah ini dianggap krusial untuk mencegah tumpang-tindih kebijakan yang berpotensi membingungkan investor.
“Pemerintah pusat harus turun tangan untuk memastikan ada keseragaman aturan di tiap daerah. Jangan sampai perbedaan regulasi antarprovinsi membuat industri sawit menjadi kacau dan merugikan para pelaku usaha,” tambahnya.
Lebih lanjut, Rinto menyoroti dampak sosial yang mungkin terjadi jika pemerintah tidak cermat dalam menindak perusahaan sawit yang beroperasi di kawasan hutan tanpa izin sah. Menurutnya, langkah penertiban yang tidak tepat berisiko memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang berimbas pada ketidakstabilan sosial dan ekonomi.
“Penertiban harus dilakukan dengan bijak. Jangan hanya menyita lahan tanpa solusi jelas. Harus ada pengelolaan yang profesional agar kebun sawit tidak mangkrak dan pekerja tidak kehilangan pekerjaan,” tegas Rinto.