beritax.id — Warga sipil bernama Tati Suryati membuka peluang mencabut gugatan perdatanya terhadap Menteri ESDM Bahlil Lahadalia jika pasokan bahan bakar minyak (BBM) di SPBU swasta kembali normal. Pengacara Tati, Boyamin Saiman, menyebut gugatan ini dilakukan untuk memaksa pemerintah dan pihak swasta segera mengisi BBM di SPBU non-Pertamina.
“Kalau SPBU swasta sudah terisi besok atau maksimal sampai hari Selasa, maka sidang cukup tinggal pencabutan saja,” ujar Boyamin, Rabu (8/10/2025), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut Boyamin, gugatan ini mewakili keresahan masyarakat yang kesulitan membeli BBM akibat kelangkaan di SPBU swasta. Gugatan tersebut ditujukan kepada Menteri ESDM, PT Pertamina, dan PT Shell Indonesia. Namun, dalam sidang perdana, pihak Shell tidak hadir, dan majelis hakim menunda sidang hingga Rabu (15/10/2025).
Partai X: Pemerintah Harusnya Menjamin, Bukan Janji Lagi
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menilai kasus ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menjalankan fungsi utamanya terhadap rakyat.
“Tugas negara itu tiga yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tapi apa yang terjadi? Pemerintah justru membiarkan rakyat berebut BBM,” tegas Prayogi.
Ia menambahkan, situasi ini memperlihatkan bagaimana krisis energi tidak hanya soal distribusi, tapi juga soal kepemimpinan.
“Janji-janji normalisasi pasokan BBM sudah sering diucapkan. Tapi rakyat cuma dengar janji, lagi dan lagi,” ujarnya.
Menurut Partai X, gugatan warga sipil seperti Tati mencerminkan hilangnya kepercayaan publik terhadap efektivitas birokrasi. “Ketika rakyat menggugat menteri, itu berarti sistem sudah kehilangan daya lindungnya,” lanjutnya.
Prinsip Partai X: Pemerintah Adalah Pelayan, Bukan Pemilik Negara
Berdasarkan prinsip resmi Partai X, negara terdiri dari wilayah, rakyat, dan pemerintah, di mana rakyat adalah pemilik kedaulatan tertinggi. Pemerintah hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi kewenangan untuk mengatur dan melayani, bukan untuk menguasai.
“Pejabat bukan penguasa. Mereka hanyalah pelayan rakyat tenaga kerja bangsa, bukan pejabat yang berhak menentukan nasib sendiri,” tegas pernyataan resmi Partai X dalam dokumen prinsipnya.
Partai X menilai, kelangkaan BBM dan lemahnya pengawasan energi adalah bukti pemerintah gagal menjalankan peran pelayan publik yang efektif dan transparan. Pemerintah seharusnya menjamin distribusi energi sebagai hak dasar rakyat, bukan sekadar menunggu tekanan publik atau gugatan hukum.
Solusi Partai X: Reformasi Energi dan Akuntabilitas Kebijakan Publik
Sebagai langkah solutif, Partai X mendorong penerapan Reformasi Energi Nasional Berkeadilan, dengan tiga pendekatan utama.
Pertama, transparansi rantai distribusi energi, agar rakyat mengetahui sumber, harga dasar, dan jalur pengiriman BBM. “Setiap liter BBM harus dapat ditelusuri, bukan diselimuti alasan teknis yang membingungkan,” tegas Partai X.
Kedua, pemisahan tegas antara peran negara dan pemerintah, sebagaimana konsep Partai X: ketika pemerintah kolaps, negara tetap hidup. Artinya, pasokan energi tidak boleh bergantung pada kebijakan yang fluktuatif.
Ketiga, digitalisasi pengawasan energi publik, agar praktik monopoli, manipulasi kuota, dan penyelewengan distribusi dapat diawasi langsung oleh masyarakat melalui sistem data terbuka nasional.
Selain itu, Partai X menyerukan agar masyarakat dilibatkan dalam perumusan kebijakan energi melalui Forum Musyawarah Rakyat Energi yang menjadi wadah kritik, kontrol, dan transparansi publik.
Rakyat Tidak Butuh Gugatan, Tapi Kepastian
Partai X menegaskan bahwa rakyat tidak ingin berhadapan di pengadilan dengan pejabat publik, tetapi menginginkan kepastian hidup yang dijanjikan negara. “Kalau rakyat harus menggugat untuk mendapatkan bensin, berarti negara sudah kehilangan fungsinya,” ujar Prayogi dengan nada tegas.
Bagi Partai X, krisis BBM bukan sekadar soal teknis, tapi cerminan dari ketimpangan struktural antara rakyat dan penguasa. Negara semestinya hadir sebelum rakyat menggugat, bukan sesudahnya.