beritax.id – Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas menyambut positif komitmen Singapura atas perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Komitmen itu disampaikan saat pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dan PM Singapura Lawrence Wong di Parliament House, Senin (16/6).
Menurut Supratman, perjanjian ekstradisi dan mutual legal assistance (MLA) menjadi tonggak kemajuan diplomasi hukum antar dua negara. Perjanjian tersebut diharapkan memperkuat supremasi hukum, khususnya untuk penanganan kasus lintas batas.
Perjanjian Ekstradisi Harus Diwujudkan, Bukan Sekadar Disambut
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R. Saputra, memberikan tanggapan kritis. Ia menyatakan dukungan terhadap kerja sama hukum harus dibarengi realisasi nyata di lapangan. “Jangan cuma teken-teken, tapi maling negara masih ngopi santai di luar negeri,” tegas Prayogi.
Menurutnya, penandatanganan ekstradisi tidak akan berarti bila pemerintah tak serius mengeksekusi. Ia juga menekankan pentingnya kesetaraan hukum, agar aparat tidak pilih kasih dalam menyeret pelaku kejahatan.
Partai X mengingatkan bahwa tugas negara mencakup melindungi, melayani, dan mengatur rakyat dengan berlandaskan keadilan. Pemerintah bukan hanya operator kebijakan, tapi pelayan rakyat yang bertanggung jawab menjalankan hukum tanpa pandang bulu.
Dalam prinsip Partai X, keadilan bukan hanya simbol diplomasi. Harus ada tindakan konkret yang berpihak pada kepentingan rakyat, terutama dalam memberantas kejahatan korupsi dan pencucian uang lintas negara.
Solusi Partai X: Amandemen dan Sistem Pengawasan Ekstradisi
Partai X menawarkan solusi berupa pembentukan sistem pengawasan publik terhadap implementasi ekstradisi dan MLA. Pemerintah perlu melibatkan akademisi, aktivis, dan lembaga independen agar proses ini tidak dikendalikan kepentingan kelompok sesaat.
Partai X juga mendorong Amandemen Kelima UUD 1945 agar menegaskan bahwa kedaulatan hukum harus berpihak pada rakyat. Tanpa amandemen dan reformasi sistem hukum, perjanjian internasional hanya akan menjadi formalitas tanpa keberpihakan.
Dalam kerangka reformasi hukum berkelanjutan, Partai X mengusulkan penguatan Sekolah Negarawan. Lembaga ini berperan penting mencetak pemimpin yang berpihak pada keadilan dan keberanian menindak kejahatan pejabat.
Dengan prinsip berpikir kritis, integritas tinggi, dan visi kebangsaan, lulusan Sekolah Negarawan diharapkan mampu menjadi garda depan reformasi hukum. Termasuk menegakkan perjanjian ekstradisi yang bukan hanya di atas kertas.
MoU Strategis Harus Berdampak Nyata Bagi Rakyat
Partai X juga menyoroti sejumlah MoU lain yang diteken dalam kunjungan tersebut, termasuk kerja sama energi hijau dan keamanan pangan. Bagi Partai X, kerja sama lintas negara harus langsung berdampak pada kehidupan rakyat, bukan sekadar prestise bilateral.
MoU tak boleh jadi hiasan portofolio pemerintah semata. Harus ada transparansi dan evaluasi, apakah hasilnya nyata dirasakan rakyat atau hanya dinikmati segelintir pengusaha besar.
Partai X menegaskan bahwa korupsi adalah musuh utama keadilan dan kemanusiaan. Karena itu, ekstradisi bukan soal diplomasi, tapi bukti keseriusan pemerintah melindungi uang rakyat.
Jika negara gagal menarik penjahat kelas kakap pulang, maka legitimasi hukum makin dipertanyakan. Dan jika koruptor terus dilindungi diam-diam, maka hukum tidak lagi berpihak pada rakyat, melainkan pada kekuasaan. Partai X berdiri tegak untuk membela keadilan dan rakyat pemilik sejati negara ini.