beritax.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Sekretaris Jenderal MPR RI, Ma’ruf Cahyono, sebagai tersangka kasus gratifikasi. Kasus ini berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan MPR RI periode 2019–2021.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan bahwa Ma’ruf diduga menerima gratifikasi senilai sekitar Rp17 miliar selama menjabat. Walau demikian, KPK belum mengonfirmasi apakah Ma’ruf merupakan satu-satunya tersangka dalam kasus tersebut.
Penetapan tersangka diumumkan setelah KPK mulai menyidik kasus ini secara resmi sejak 20 Juni 2025. Pemeriksaan saksi-saksi pun dimulai pada 23 Juni 2025 untuk menguatkan bukti dugaan gratifikasi pengadaan barang dan jasa. Namun pola pengungkapan kasus ini menimbulkan pertanyaan di kalangan publik. Lagi-lagi penegakan hukum baru menyentuh pejabat saat sudah tidak memiliki kekuasaan.
Partai X: Penegakan Hukum Kasus Eks Sekjen MPR
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai fenomena ini menunjukkan lemahnya keberanian pemerintah dalam menindak korupsi saat kekuasaan masih aktif. “Giliran sudah pensiun, baru digilir hukum. Itu bukan keberanian, itu pengalihan tanggung jawab,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa tugas pemerintah bukan hanya mengejar pelaku setelah masa jabatan habis. Pemerintah harus menjalankan tiga fungsi dasar: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil dan transparan.
Partai X menegaskan bahwa negara adalah entitas yang wajib menjamin kedaulatan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat. Penegakan hukum tidak boleh tunduk pada kalender kekuasaan, apalagi kepentingan kekuasaan.
Pemerintah harus dipahami sebagai perpanjangan tangan rakyat, bukan perpanjangan kepentingan kelompok. Jika hukum hanya bergerak saat kekuasaan selesai, maka hukum itu pincang dan beraroma politis.
Solusi Partai X: Wujudkan Penegakan Hukum Progresif dan Tanpa Pandang Bulu
Partai X menawarkan solusi sistemik agar hukum tidak berjalan atas dasar momentum kkeuasaan. Pertama, bentuk Lembaga Audit Integritas Independen yang melakukan audit menyeluruh selama pejabat aktif menjabat.
Kedua, bangun mekanisme pengawasan real-time terhadap pengadaan barang dan jasa melalui teknologi transparan berbasis publik. Ketiga, pemerintah wajib membuka akses data keuangan pengadaan secara berkala kepada masyarakat.
Keempat, setiap jabatan publik harus tunduk pada sistem pengawasan integritas berkala yang tidak menunggu masa jabatan berakhir. Pemerintah harus menjamin bahwa keadilan tidak menunggu kekuasaan meredup untuk ditegakkan.
Penutup: Jangan Jadikan Hukum Alat Balas Dendam Kekuasaan
Partai X menyerukan bahwa hukum harus menjadi penegak keadilan, bukan alat untuk balas dendam kekuasaan. Korupsi harus ditindak saat pelaku masih berkuasa, bukan saat posisinya sudah kosong.
Jika hukum hanya menindak “bekas pejabat”, maka pemerintah sedang menciptakan ilusi keadilan, bukan keadilan sejati. Rakyat tidak butuh sandiwara penindakan. Rakyat butuh keberanian hukum yang menembus pagar kekuasaan.
Partai X mengajak seluruh elemen bangsa memastikan hukum bekerja tanpa ragu, tanpa pilih kasih, dan tanpa takut menghadapi kekuasaan. Karena keadilan yang ditunda adalah keadilan yang gagal.