beritax.id – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terlibat silang pendapat mengenai dana pemerintah daerah yang mengendap di perbankan. Purbaya mengungkapkan, total dana mengendap di seluruh daerah mencapai Rp234 triliun hingga September 2025. Dari jumlah itu, Jawa Barat disebut sebagai salah satu provinsi dengan simpanan tertinggi, yakni Rp4,17 triliun.
Purbaya menegaskan agar dana tersebut segera digunakan untuk pembangunan produktif yang memberi manfaat langsung bagi rakyat. “Jangan tunggu akhir tahun. Gunakan untuk pembangunan yang produktif dan bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya. Ia juga meminta kepala daerah lebih bijak mengelola kas daerah agar tidak ada uang rakyat yang menganggur di bank.
Namun, Gubernur Dedi Mulyadi membantah data Kementerian Keuangan tersebut. Ia menyebut dana yang tersimpan di kas daerah hanya Rp3,8 triliun dan sudah digunakan untuk gaji pegawai, perjalanan dinas, hingga pembayaran listrik dan air. “Jadi uang yang diendapkan itu tidak ada. Uang sudah digunakan untuk kebutuhan rutin,” tegas Dedi melalui unggahan di Instagram pribadinya.
Partai X: Rakyat Tak Butuh Alasan, Butuh Bukti Kerja Nyata
Menanggapi polemik tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa perdebatan data antara pejabat pusat dan daerah tidak boleh mengaburkan tanggung jawab utama negara. Ia mengingatkan kembali bahwa tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
“Entah Rp4,17 triliun atau Rp3,8 triliun, faktanya rakyat masih menjerit. Jalan rusak, air bersih sulit, dan pelayanan publik lamban. Dana rakyat bukan untuk mengendap di bank atau jadi bahan debat pejabat,” ujar Prayogi dengan nada kritis. Ia menilai, sikap saling menyalahkan antara pusat dan daerah hanya memperlihatkan lemahnya koordinasi dan hilangnya sensitivitas terhadap penderitaan rakyat.
Dana Rakyat Harus Bergerak untuk Rakyat
Partai X menilai bahwa dana daerah yang mengendap di bank menunjukkan kegagalan manajemen fiskal dan lemahnya komitmen pelayanan publik. Uang rakyat yang seharusnya menggerakkan ekonomi lokal malah tertahan dalam sistem birokrasi yang tidak efisien.
“Uang rakyat harus bekerja untuk rakyat, bukan menganggur di bank. Ketika dana tertahan, ekonomi daerah ikut lesu, sementara rakyat terus tenggelam dalam kemiskinan,” lanjut Prayogi. Ia menekankan bahwa pengelolaan dana publik harus transparan dan berbasis kinerja, bukan semata pada prosedur administratif.
Prinsip Partai X: Transparansi dan Akuntabilitas untuk Kepentingan Publik
Partai X menegaskan bahwa tata kelola keuangan daerah harus mengacu pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi publik. Negara harus menjamin setiap rupiah uang rakyat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sekadar memperindah laporan keuangan.
Dalam prinsip Partai X yang termuat dalam dokumen resmi, keuangan publik wajib dikelola dengan pendekatan pemerintahan efektif dan berorientasi hasil nyata, bukan sekadar target administratif. Setiap rupiah harus memiliki makna sosial, ekonomi, dan moral bagi rakyat.
Solusi Partai X: Desentralisasi Fiskal yang Adil dan Terukur
Sebagai solusi konkret, Partai X mendorong penerapan Desentralisasi Fiskal Berbasis Akuntabilitas Rakyat, yang memastikan dana transfer pusat ke daerah tidak hanya terserap, tetapi berdampak langsung pada masyarakat.
Pemerintah harus membangun sistem digital pengawasan keuangan daerah secara real-time, yang memungkinkan publik ikut mengawasi aliran dana pembangunan. Selain itu, mekanisme reward and punishment harus diberlakukan tegas bagi daerah yang lamban dalam realisasi anggaran.
“Dana publik bukan milik pejabat, tapi amanah rakyat. Jika negara gagal mengelolanya dengan transparan dan cepat, itu sama saja membiarkan rakyat tenggelam di tengah lautan birokrasi,” tutup Prayogi tegas.



