beritax.id – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyatakan bahwa kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat, yang merupakan bagian dari komitmen tarif impor. Bertujuan untuk kepentingan pertukaran barang dan jasa tertentu. Hasan menegaskan bahwa data yang dipertukarkan bukanlah data pribadi masyarakat. Melainkan data komersial terkait barang yang dapat bersifat ganda seperti bahan pupuk maupun bahan peledak.
Pernyataan Hasan tersebut merespons isi keterangan resmi Gedung Putih yang menyebut Indonesia telah menyepakati penghapusan hambatan perdagangan digital. Termasuk memberikan kepastian soal pemindahan data pribadi ke AS. Menurut Hasan, perjanjian ini tidak mencakup pengelolaan data oleh negara asing. Melainkan dibatasi untuk kebutuhan transparansi dalam transaksi dagang komoditas sensitif.
Tiga Tugas Negara: Lindungi, Layani, Atur
Menanggapi kesepakatan tersebut, Direktur X-Institute sekaligus Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, mengingatkan fungsi dasar negara yang kerap dilupakan yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Bila data rakyat dipindahkan ke negara lain tanpa transparansi penuh, maka fungsi perlindungan bisa tercederai. “Kita bukan sedang bicara hanya tentang pupuk atau bom. Kita bicara tentang hak atas data sebagai hak dasar warga negara,” tegas Prayogi.
Ia mengkritik lemahnya peran pemerintah dalam menjaga kedaulatan digital, terutama ketika negara lain justru mengklaim bahwa Indonesia memberikan pengakuan terhadap sistem perlindungan data mereka. Menurutnya, komitmen semacam ini tak boleh dibuat tanpa evaluasi ketat dan keterlibatan publik secara luas.
Dalam dokumen prinsip Partai X, pemerintah adalah sebagian kecil rakyat yang diberi kewenangan oleh rakyat secara utuh.
Kewenangan ini harus dijalankan secara efektif, efisien, dan transparan demi mewujudkan keadilan serta kesejahteraan rakyat. Dalam konteks kesepakatan transfer data, Partai X menilai bahwa prinsip transparansi sedang terabaikan, terutama ketika keputusan dilakukan tertutup dan tanpa konsultasi publik.
Partai X juga menegaskan bahwa negara bukan sekadar lembaga dagang, melainkan entitas berdaulat yang bertanggung jawab penuh menjaga hak-hak rakyatnya, termasuk data pribadi sebagai bagian dari identitas dan integritas digital warga.
Solusi Partai X: Legislasi dan Diplomasi Berbasis Kedaulatan Data
Partai X menawarkan sejumlah solusi konkret. Pertama, revisi total perjanjian perdagangan digital yang mengatur data lintas batas, dengan melibatkan publik serta lembaga independen perlindungan data. Kedua, diplomasi digital harus berbasis prinsip resiprokal, artinya tidak ada data keluar tanpa kepastian manfaat dan perlindungan setara.
Ketiga, semua perjanjian internasional terkait data harus tunduk pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dan tidak boleh ditafsirkan secara bebas oleh negara lain. Keempat, pemerintah harus membentuk dewan kedaulatan digital independen yang mengawasi semua proses transfer data, baik bilateral maupun multilateral.
Negara Tak Boleh Jadi Makelar Data
Dalam penutupnya, Prayogi menyampaikan keprihatinan serius terhadap kecenderungan negara menjadi perantara bisnis global yang mengabaikan hak dasar rakyat. “Kita tidak ingin negara jadi makelar data. Kita ingin negara jadi pelindung data,” pungkasnya.
Partai X mengajak seluruh elemen bangsa untuk mewaspadai agenda-agenda global yang bisa mereduksi kedaulatan. Kesejahteraan tidak cukup diwujudkan lewat dagang, tetapi harus berakar pada keadilan dan perlindungan hak warga secara utuh, termasuk dalam ranah digital.