beritax.id – Kisruh mutasi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo menguak konflik serius dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia. Anggota Komisi I DPR, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, menyebut Panglima TJenderal Agus Subiyanto diduga melakukan pembangkangan terhadap prosedur resmi mutasi jabatan perwira tinggi.
Menurutnya, mutasi Letjen Kunto tidak mengikuti mekanisme panjang yang melibatkan Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti). “Mutasi pada level tinggi itu ada prosedur jelas, mulai dari staf hingga Panglima,” ujarnya dalam program Sapa Indonesia
TB Hasanuddin juga mengungkap kemungkinan campur tangan Presiden ke-7 Joko Widodo dalam mutasi Letjen Kunto. Letjen Kunto sebelumnya menjabat Panglima Kogabwilhan I dan dirotasi menjadi Staf Khusus KSAD lewat SK Panglima TNI Nomor Kep/554/IV/2025.
Namun sehari berselang, mutasi itu dibatalkan oleh SK baru. “Kalau mutasi itu atas perintah Presiden ke-7, bukan Presiden Prabowo, ini tidak benar,” katanya tegas. Ia menekankan bahwa kekuasaan tertinggi TNI berada di tangan Presiden yang sedang menjabat, bukan yang telah selesai.
Partai X: Negara Tak Boleh Bisu saat TNI Terjebak Friksi Pemerintah
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, merespons keras kegaduhan ini. Ia mempertanyakan arah komando dan disiplin militer di tengah ketegangan antarpetinggi. “Kalau sopirnya saling serang, siapa yang mengemudikan bus pertahanan bangsa ini?” tanyanya.
Menurutnya, rakyat butuh TNI yang kuat, solid, dan independen dari tarik-menarik kepentingan sipil maupun warisan masa lalu. “Negara ini tidak bisa disetir dengan memo, sinyal penguasa, atau kepentingan dinasti. TNI harus tunduk pada hukum, bukan perasaan,” ujar Rinto.
Partai X menekankan bahwa kekuatan pertahanan negara tidak boleh dipolitisasi. TNI harus netral dari konflik kepentingan dan loyal kepada konstitusi.
“Tugas negara itu tiga yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat, bukan menyulut kegaduhan pejabat,” tambah Rinto.
Ia menyerukan kepada Presiden Prabowo agar segera memulihkan integritas kelembagaan TNI dan menegaskan garis komando yang sah. “Presiden harus tegas, tak bisa diam melihat institusi negara dijadikan ajang tarik-menarik kekuasaan,” katanya.
Solusi: Reformasi Prosedur Mutasi dan Pembatasan Intervensi Eksternal
Partai X menyarankan pembenahan menyeluruh terhadap prosedur mutasi di tubuh TNI agar tidak bisa dimainkan penguasa non-militer. Selain itu, pengawasan sipil melalui parlemen juga harus diperkuat untuk mencegah abuse of power oleh Panglima atau pihak eksternal.
“Prajurit hanya ingin kejelasan dan kepastian arah. Jangan biarkan loyalitas mereka dibelah oleh konflik pejabat yang tidak relevan,” ujar Rinto. Ia menekankan pentingnya membangun TNI berbasis meritokrasi dan profesionalisme, bukan kedekatan personal.
Partai X mengingatkan, stabilitas pertahanan nasional tidak boleh dikorbankan demi kepentingan jangka pendek kekuasaan. “Kalau kendaraan pertahanan ini dikemudikan oleh arah yang saling bertabrakan, rakyat yang pertama jadi korban,” tegas Rinto.