Seruan untuk menarik dana dari bank-bank milik negara (Himbara) seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, dna BTN tengah ramai diperbincangkan di media sosial. Seruan ini muncul seiring dengan rencana pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang diresmikan Presiden Prabowo Subianto pada 24 Februari 2025.
Menyikapi hal itu, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan meminta masyarakat untuk mendukung inisiatif Danantara dan tidak terpengaruh oleh ajakan yang dapat mengganggu stabilitas perbankan nasional. Menurutnya, kehadiran Danantara ini justru akan membuat perusahaan atau BUMN yang tergabung lebih efisien dan transparan.
Namun, hal tersebut tak bisa menutupi kekhawatiran publik terkait pengelolaan dana negara. Mengingat, Danantara akan mengelola puluhan ribu triliun rupiah aset negara dengan kebal hukum dan tranpa transparansi memadai, bahkan KPK dan BPK tidak akan bisa melakukan audit.
Menanggapi polemik tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan menyatakan, pemerintah harus menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pembentukan serta pengelolaan BP Danantara.
“Pemerintahan seharusnya menjadi alat perjuangan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat secara efektif, efisien, dan transparan. Jika kebijakan ini justru menimbulkan keresahan dan berpotensi menguntungkan segelintir elite, maka ini bertentangan dengan prinsip keadilan sosial yang diamanatkan dalam Pancasila,” ujarnya.
Dalam hal ini Rinto menyoroti anggaran yang digelontorkan untuk BP Danantara yang diinformasikan akan diambilkan dari dana efisiensi anggaran. Di mana, kebijakan efisiensi anggaran diperkirakan mencapai mencapai Rp750 triliun hingga putaran ketiga.
Dari jumlah tersebut, salah satu alokasi efisiensi anggaran tersebut senilai Rp325 triliun bakal diperuntukkan investasi ke Danantara.
“Anggaran sebesar ini harus memiliki justifikasi yang jelas. Pemerintah perlu menjelaskan secara rinci bagaimana mekanisme investasi ini akan memberikan manfaat langsung bagi rakyat, bukan hanya sekadar proyek ambisius yang berisiko tinggi,” tegasnya.
Partai X menyebut, sistem tata kelola pemerintahan yang ideal adalah dengan pemisahan peran kepala negara dan kepala pemerintahan, sehingga kebijakan yang diambil tidak dipengaruhi oleh kepentingan elite tertentu. “Kami melihat adanya kecenderungan bahwa pengelolaan keuangan negara semakin terpusat di tangan pemerintahan yang juga bertindak sebagai pengambil kebijakan tanpa adanya kontrol yang memadai dari masyarakat. Ini bisa berujung pada pengambilan keputusan yang kurang berpihak pada kepentingan publik,” jelas Rinto.
Selain itu, Partai X mendesak agar pemerintah membuka ruang dialog yang lebih luas dengan masyarakat dan para pemangku kepentingan sebelum kebijakan ini dieksekusi lebih lanjut. Apalagi, besarnya dana yang dipertaruhkan dalam BPI Danantara, pengawasan ketat dan transparansi mutlak diperlukan.
Pemerintah diharapkan tidak hanya fokus pada besarnya investasi, tetapi juga memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat luas dan tidak sekadar menjadi proyek investasi yang penuh risiko tanpa kepastian pengembalian yang nyata. “Langkah komunikasi yang terbuka akan membantu meredakan kekhawatiran publik serta membangun kepercayaan terhadap kebijakan yang diambil,” pungkasnya.