beritax.id – Belakangan ini, perhatian publik kembali tertuju pada DPR yang kian ramai oleh pembagian jabatan, baik di internal alat kelengkapan dewan maupun dalam berbagai posisi strategis lain yang beririsan dengan kekuasaan. Mulai dari rangkap jabatan, penempatan figur-figur pemerintahan di lembaga negara dan BUMN, hingga perebutan posisi pimpinan komisi, DPR tampak sibuk mengatur ulang peta kekuasaan di dalam dirinya sendiri.
Namun di saat yang sama, pembelaan terhadap kepentingan rakyat justru terasa semakin sunyi.
Isu Publik Menumpuk, Respons Wakil Rakyat Tumpul
Ketika harga kebutuhan pokok terus menekan daya beli, konflik agraria tak kunjung reda, bencana ekologis berulang, dan kualitas layanan publik dipertanyakan, suara DPR nyaris tak terdengar lantang. Rapat-rapat penting sering berakhir tanpa sikap tegas, sementara pengawasan terhadap kebijakan pemerintah lebih banyak bernuansa formalitas.
Beberapa kebijakan strategis nasional bahkan melaju mulus tanpa perdebatan substantif di parlemen, seolah fungsi kontrol hanya menjadi catatan administratif, bukan alat perlindungan rakyat.
Konflik Kepentingan yang Kian Terbuka
Ramainya jabatan juga memunculkan persoalan konflik kepentingan. Ketika wakil rakyat merangkap atau beririsan dengan kepentingan kekuasaan dan ekonomi, keberpihakan menjadi kabur. DPR yang seharusnya berdiri sebagai penyeimbang eksekutif justru berpotensi larut dalam agenda yang sama.
Dalam kondisi ini, publik wajar bertanya: kepada siapa DPR sebenarnya bertanggung jawab kepada rakyat atau kepada lingkar kekuasaan?
Demokrasi Prosedural Tanpa Substansi
Secara formal, demokrasi tetap berjalan. Sidang digelar, keputusan diambil, dan undang-undang disahkan. Namun tanpa keberanian membela kepentingan publik, demokrasi kehilangan substansinya. Parlemen yang ramai jabatan tetapi sepi pembelaan adalah tanda demokrasi yang mulai menjauh dari rakyatnya sendiri.
Rakyat memilih wakil bukan untuk berbagi kursi kekuasaan, melainkan untuk memastikan suara mereka hadir dalam setiap keputusan negara.
Solusi: Mengembalikan DPR ke Fungsi Sejatinya
DPR harus kembali menegaskan jati dirinya sebagai lembaga perwakilan rakyat, bukan sekadar arena distribusi jabatan. Pembatasan rangkap jabatan dan penguatan etika pemerintahan menjadi langkah mendesak untuk mencegah konflik kepentingan. Fungsi pengawasan perlu dijalankan secara aktif, kritis, dan terbuka, terutama terhadap kebijakan yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. Selain itu, keterlibatan publik dalam proses legislasi harus diperluas agar DPR tidak terputus dari realitas rakyat yang diwakilinya.
Jika DPR terus sibuk mengurus jabatan, sementara pembelaan terhadap rakyat ditunda, maka kepercayaan publik akan terus terkikis. Demokrasi tidak runtuh seketika, tetapi bisa perlahan kehilangan makna ketika wakil rakyat lupa siapa yang seharusnya mereka wakili.



