beritax.id – Di tengah berbagai krisis yang dihadapi masyarakat, mulai dari tekanan ekonomi, bencana ekologis, hingga menyempitnya ruang partisipasi publik, negara justru terlihat tenang. Kekuasaan berada dalam posisi aman, sementara rakyat menghadapi ancaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini memperlihatkan satu persoalan mendasar: negara tidak runtuh tetapi salah urus.
Alih-alih hadir sebagai pelindung, negara lebih sering tampil sebagai pengatur yang dingin, bahkan abai, terhadap risiko yang harus ditanggung rakyat.
Kekuasaan Stabil, Risiko Dipindahkan ke Rakyat
Stabilitas pemerintah dan keamanan pejabat kerap dijadikan ukuran keberhasilan pemerintahan. Namun stabilitas tersebut dibangun dengan cara memindahkan risiko ke bawah: rakyat menanggung mahalnya harga kebutuhan pokok, dampak kebijakan yang terburu-buru, hingga kerusakan lingkungan akibat proyek dan izin yang longgar.
Negara tampak berhasil mengamankan struktur kekuasaan, tetapi gagal mengamankan kehidupan warganya.
Salah Urus Bukan Karena Kurang Aturan, Tapi Salah Prioritas
Masalah utama bukan ketiadaan regulasi, melainkan salah arah dalam mengelola negara. Banyak kebijakan lahir cepat untuk menjaga kepentingan dan ekonomi tertentu, namun lambat saat menyangkut keselamatan, kesejahteraan, dan hak-hak rakyat.
Dalam situasi ini, rakyat tidak hanya merasa tidak dilindungi, tetapi juga diposisikan sebagai pihak yang harus “memahami keadaan”, seolah ancaman yang mereka hadapi adalah konsekuensi wajar.
Negara Hadir untuk Mengatur, Absen Saat Melindungi
Ketika rakyat menghadapi ancaman baik akibat bencana, krisis ekonomi, maupun konflik kebijakan respons negara sering kali minim empati dan terlambat. Negara hadir tegas saat mengatur dan menertibkan, tetapi melemah ketika dituntut untuk melindungi dan melayani.
Ketimpangan peran inilah yang membuat rakyat merasa terancam di negerinya sendiri.
Tanggapan Prayogi R. Saputra: Ini Ciri Negara yang Salah Urus
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menilai situasi ini sebagai gejala serius salah urus negara.
“Tugas negara itu jelas hanya tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika kekuasaan aman tapi rakyat justru terancam, itu bukan stabilitas itu tanda negara salah urus,” tegas Prayogi.
Menurutnya, negara tidak boleh menjadikan ketertiban administratif sebagai pengganti rasa aman dan keadilan bagi rakyat.
Prayogi menegaskan bahwa kekuasaan hanyalah alat, bukan tujuan. Ketika alat tersebut dipelihara dengan baik tetapi tujuan yakni kesejahteraan rakyat diabaikan, maka negara kehilangan legitimasi moralnya. “Negara dibentuk bukan untuk memastikan pejabat nyaman, tapi untuk memastikan rakyat selamat dan sejahtera,” ujarnya.
Solusi: Membenahi Arah, Bukan Sekadar Menambal Kebijakan
Untuk keluar dari pola salah urus yang terus berulang, diperlukan perubahan mendasar:
- Menjadikan keselamatan dan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama kebijakan
- Menghentikan praktik pemindahan risiko kebijakan kepada rakyat
- Memperkuat fungsi negara sebagai pelindung, bukan sekadar pengatur
- Membuka ruang evaluasi kebijakan secara jujur dan transparan
- Mengukur keberhasilan negara dari rasa aman rakyat, bukan stabilitas pemerintah
Negara yang benar bukan negara yang hanya mampu menjaga kekuasaan tetap aman, tetapi negara yang memastikan rakyat tidak hidup dalam ancaman. Tanpa keberanian membenahi salah urus ini, kekuasaan yang aman justru akan menjadi simbol kegagalan negara itu sendiri.



