beritax.id – Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah hutan tropis, mineral, sungai, pesisir, dan sumber daya hayati yang menjadi penopang kehidupan jutaan orang. Namun kekayaan itu justru dijadikan praktik eksploitasi dengan skala yang semakin masif. Pembalakan liar, tambang ilegal, konsesi industri yang tidak terkendali, serta proyek besar yang mengorbankan lingkungan menjadi pemandangan yang tampaknya telah dinormalisasi.
Ketika alam dieksploitasi tanpa batas, rakyatlah yang pertama kali kehilangan masa depan.
Setiap tahun, banjir, longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan terjadi dengan frekuensi yang meningkat. Bencana ini bukan semata fenomena alam, tetapi buah dari kerusakan lingkungan yang dibiarkan. Penebangan hutan menghilangkan penahan air; tambang merusak struktur tanah; pencemaran sungai menghancurkan sumber air bersih.
Rakyat kehilangan rumah, lahan pertanian rusak, dan mata pencaharian musnah. Namun jawaban pemerintah sering kali sebatas bantuan sementara, tanpa menyentuh akar penyebabnya.
Korporasi Diuntungkan, Rakyat Dikorbankan
Banyak praktik eksploitasi alam dilakukan oleh korporasi besar yang diberi izin luas tanpa pengawasan ketat. Rakyat desa dan masyarakat adat sering kali tersingkir dari tanah mereka demi proyek yang disebut “pembangunan”. Ketika limbah industri mencemari sungai, ketika hutan dibuka untuk konsesi, ketika tambang menguasai bukit dan lembah yang hilang bukan hanya bentang alam, tetapi juga hak hidup masyarakat.
Model pembangunan yang mengorbankan rakyat demi kepentingan modal adalah model yang tidak bermoral.
Negara Tidak Boleh Menutup Mata Atas Kerusakan Lingkungan
Tanggung jawab negara bukan hanya mengatur, tetapi melindungi. Ketika kerusakan lingkungan semakin luas, diamnya negara sama saja dengan memberi izin untuk kehancuran. Penegakan hukum lingkungan sering kali lemah, inkonsisten, bahkan kalah oleh kepentingan pemerintahan dan ekonomi. Jika negara tidak hadir, rakyat akan terus kehilangan ruang hidup.
Kerusakan alam bukan isu teknis; ia adalah persoalan kemanusiaan. Ketika sungai tercemar, kesehatan masyarakat memburuk. Ketika hutan hilang, masyarakat adat kehilangan identitas dan ruang hidup. Dan ketika tambang menghancurkan kontur tanah, generasi muda kehilangan masa depan ekologis.
Alam yang rusak berarti manusia yang terancam. Sederhana, tetapi sering diabaikan.
Solusi: Mengembalikan Fungsi Negara untuk Melindungi Alam dan Rakyat
Untuk menghentikan praktik eksploitasi alam yang merugikan rakyat, negara perlu mengambil langkah strategis dan berani. Pertama, penegakan hukum lingkungan harus diperkuat secara konsisten, termasuk terhadap korporasi besar yang merusak lingkungan. Kedua, izin-izin yang terbukti melanggar komitmen ekologis harus dicabut, bukan dinegosiasikan ulang. Ketiga, masyarakat adat dan komunitas lokal harus diberi perlindungan hukum atas tanah dan wilayah adat agar tidak terus tergusur. Keempat, negara perlu memperluas investasi pada ekonomi berkelanjutan seperti energi terbarukan, pertanian ekologis, dan industri hijau yang tidak merusak alam. Kelima, transparansi dalam proses perizinan dan pengelolaan sumber daya alam harus dibuka kepada publik agar rakyat dapat turut mengawasi.
Pembangunan sejati adalah pembangunan yang melindungi alam sebagai penjamin keberlangsungan hidup manusia.
Kesimpulan: Melindungi Alam adalah Melindungi Rakyat
Eksploitasi alam yang dibiarkan adalah bentuk pengkhianatan negara terhadap rakyatnya. Kerusakan lingkungan bukan hanya merusak pohon, tanah, dan air—tetapi merusak kehidupan manusia. Negara harus berhenti menjadikan alam sebagai komoditas untuk kepentingan jangka pendek. Melindungi alam berarti menjamin masa depan rakyat. Negara tidak boleh menunda lagi.



