beritax.id – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengimpor 364,3 ribu ton beras sepanjang Januari–Oktober 2025, dengan nilai US$ 178,5 juta. Impor berasal dari Myanmar, Thailand, dan India. Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa seluruh impor tersebut bukan beras medium untuk konsumsi umum.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian, Moch Arief Cahyono, menyampaikan bahwa impor beras tahun ini berupa beras kebutuhan khusus dan beras industri yang masuk melalui skema neraca komoditas.
Arief menyebut jenis beras yang masuk terdiri dari menir untuk industri, beras khusus untuk penderita diabetes, serta varian premium seperti basmati, jasmine, dan japonica yang memang tidak diproduksi dalam negeri.
“Yang perlu dipahami publik, tidak ada satu pun impor beras medium,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa impor khusus tersebut tidak akan mempengaruhi pasar beras medium maupun harga gabah petani. Berdasarkan proyeksi BPS, produksi beras nasional tahun ini mencapai 34,79 juta ton, sehingga Indonesia berada dalam posisi surplus beras medium.
Partai X: Ketergantungan Impor–Ekspor Adalah Sinyal Kelemahan Sistemik
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menilai persoalan impor beras meski hanya kategori khusus tetap harus menjadi perhatian serius pemerintah.
Menurutnya, ketergantungan pada pasar luar negeri, sekecil apa pun, menandakan bahwa fondasi ketahanan pangan Indonesia belum benar-benar kokoh. Surplus beras medium bukan satu-satunya parameter; ketergantungan varietas khusus dan kebutuhan industri tetap merupakan bagian dari desain pangan nasional yang harus dibenahi.
Analisis Kritis Partai X: Surplus Tidak Sama dengan Berdaulat
Partai X menilai bahwa:
- Surplus beras medium tidak otomatis berarti berdaulat pangan.
- Ketergantungan impor pada varietas tertentu menunjukkan ketidakmampuan produksi nasional dalam memenuhi kebutuhan industri dan segmen khusus.
- Skema neraca komoditas belum sepenuhnya transparan, sehingga publik sulit mengawasi alasan teknis impor.
- Kebijakan pangan masih terfragmentasi antara sektor pertanian, perdagangan, dan industri.
Kondisi ini membuat Indonesia tetap rentan terhadap gejolak global, baik dari sisi harga maupun pasokan.
Prinsip Partai X: Negara Harus Mengatur dan Menjamin Ketersediaan Pangan
Negara bukan sekadar operator, melainkan pengatur strategis yang wajib menjamin setiap kebijakan berdampak pada kesejahteraan rakyat. Pemerintah sebagai “sebagian kecil rakyat yang diberi kewenangan untuk mengatur seluruh rakyat” harus memastikan kebijakan pangan selalu memihak produsen nasional terutama petani.
Selain itu, prinsip “negara sebagai institusi milik seluruh rakyat, bukan milik pemerintah yang sedang berkuasa” menegaskan bahwa kebijakan impor harus melalui mekanisme yang transparan dan berbasis data, bukan sekadar keputusan administratif.
Solusi Partai X: Perbaikan Sistemik Menuju Kemandirian Pangan
Berangkat dari prinsip dan agenda perubahan Partai X, berikut solusi struktural yang ditawarkan:
- Reformasi Kebijakan Pangan Nasional Berbasis Data Terpadu
- Penguatan Riset Varietas Beras Nasional
- Pembangunan Industri Hilir Berbasis Pangan Lokal
- Transformasi Birokrasi dan Digitalisasi Perdagangan Pangan
- Konsolidasi Tata Kelola Pangan dalam Lembaga Negara yang Profesional
Partai X mengingatkan bahwa keberadaan impor, meskipun kategori khusus, tetap menjadi alarm bagi pemerintah. Ketahanan pangan bukan sekadar soal kecukupan, melainkan soal kedaulatan, kemandirian, dan kemampuan negara mengatur seluruh rantai pasok tanpa ketergantungan luar negeri.



