beritax.id — Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menegaskan penolakan terhadap rencana penempatan jemaah haji Indonesia di kawasan Mina Jadid untuk pelaksanaan haji 1447 H/2026 M. Ia menilai lokasi tersebut tidak memenuhi standar kelayakan dan berpotensi mengurangi kekhusyukan ibadah jemaah.
“Mina Jadid bukan bagian dari kawasan Mina secara syar’i dan fasilitasnya belum layak. Pemerintah harus memperjuangkan tempat yang manusiawi,” kata Marwan dalam rapat kerja dengan Menteri Haji dan Umrah di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Komisi VIII meminta pemerintah melakukan negosiasi serius dengan otoritas haji Arab Saudi agar tenda jemaah Indonesia ditempatkan di area utama Mina. DPR juga menyoroti pentingnya peningkatan fasilitas dasar seperti pendingin udara, sanitasi bersih, serta distribusi makanan dan air yang layak.
Partai X: Ibadah Suci Jangan Jadi Urusan Transaksi
Menanggapi hal tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute Prayogi R Saputra menegaskan bahwa haji adalah ibadah spiritual, bukan ajang bisnis atau urusan administratif. Ia mengingatkan bahwa tugas negara adalah melindungi, melayani, dan mengatur rakyat dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan.
“Negara wajib memperjuangkan hak jemaah dengan penuh tanggung jawab. Jangan sampai ibadah suci diatur dengan logika birokrasi atau keuntungan finansial,” ujar Prayogi. Menurutnya, jemaah yang telah mengorbankan tenaga, waktu, dan biaya besar harus mendapatkan pelayanan yang layak dan bermartabat.
Partai X menilai pemerintah tidak boleh sekadar mengikuti pembagian teknis dari pihak syarikat atau vendor penyedia tenda. Pelayanan haji harus berpihak pada jemaah, bukan pada kontrak bisnis. “Ini bukan soal logistik, tapi soal kemanusiaan dan ibadah yang sakral,” tegasnya.
Prinsip Partai X: Keadilan Sosial Harus Hadir di Tanah Suci
Partai X menegaskan bahwa pelayanan haji mencerminkan kualitas kepemimpinan negara. Prinsip keadilan sosial yang menjadi dasar Partai X harus hadir bahkan hingga Tanah Suci. Negara tidak boleh membeda-bedakan pelayanan berdasarkan kemampuan finansial atau wilayah keberangkatan.
Dalam pandangan Partai X, negara yang kuat adalah negara yang melayani warganya dengan hati dan akal sehat. Keadilan bukan hanya diucapkan dalam pidato, tetapi diwujudkan dalam sistem yang berpihak kepada rakyat termasuk para calon haji dari daerah-daerah yang menabung puluhan tahun untuk bisa berangkat.
“Ibadah haji harus memuliakan, bukan mempersulit. Tidak boleh ada jemaah yang merasa menjadi tamu kelas dua di Tanah Allah,” ujar Prayogi.
Solusi Partai X: Reformasi Total Tata Kelola Penyelenggaraan Haji
Sebagai solusi, Partai X menilai perlu adanya reformasi tata kelola penyelenggaraan haji secara transparan dan berbasis akuntabilitas publik. Pertama, pemerintah harus menegosiasikan ulang sistem penempatan dengan menitikberatkan pada aspek keselamatan dan kenyamanan jemaah, bukan semata kuota dan efisiensi.
Kedua, pengawasan independen dari unsur masyarakat sipil harus dilibatkan untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan dana haji. Ketiga, digitalisasi pelayanan perlu diterapkan untuk menjamin akurasi data, distribusi logistik, dan perlindungan hak jemaah di lapangan.
Keempat, setiap kerja sama dengan pihak luar negeri harus mengandung jaminan perlindungan martabat jemaah Indonesia. Negara harus berani menolak mekanisme yang merugikan rakyat, sekalipun dengan risiko diplomatik.
Partai X: Negara Harus Hadir di Setiap Langkah Ibadah Rakyat
Partai X menegaskan, pelayanan haji bukan sekadar proyek tahunan, tetapi cerminan tanggung jawab negara terhadap hak spiritual rakyatnya. Ibadah suci harus dikelola dengan hati bersih, bukan dengan orientasi pemerintahan atau ekonomi.
“Kalau negara hanya mengejar efisiensi dan abai terhadap martabat, maka ibadah akan kehilangan ruhnya,” kata Prayogi. “Partai X berdiri untuk mengingatkan bahwa setiap kebijakan publik, termasuk haji, harus berpihak pada manusia bukan angka dan bukan keuntungan.”
