beritax.id — Enam aktivis ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka usai demonstrasi akhir Agustus lalu. Kepolisian Daerah Metro Jaya menuduh mereka melakukan penghasutan. Namun, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai langkah itu sebagai bentuk kriminalisasi dan intimidasi terbesar sejak Reformasi.
Salah satu yang mendapat tekanan adalah pengacara publik Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), Iqbal Ramadhan. Ia diintimidasi saat mendampingi demonstran yang ditangkap. “Saya diberi surat panggilan ketika sedang melakukan pendampingan hukum,” ujarnya di Jakarta.
Selain pemanggilan, Iqbal mengaku diteror oleh nomor tidak dikenal selama mendampingi demonstran. Bahkan unggahan di akun @lokataru_foundation dijadikan barang bukti untuk menjerat Direktur Eksekutif Lokataru, Delpedro Marhaen.
Suara Rakyat Dibungkam dengan Intimidasi
Kasus ini mencuatkan kembali kekhawatiran soal menyusutnya ruang kebebasan sipil. Sejumlah pegiat demokrasi menyebut intimidasi ini mengancam hak asasi warga negara untuk berpendapat.
Peneliti Lokataru, Daffa Batubara, menuturkan beberapa staf mereka juga dipanggil berulang kali dan ditanyai hal di luar substansi perkara. “Ada yang sampai bekerja dari rumah karena takut,” katanya.
Komisioner Komnas HAM, Saurlin Pandapotan Siagian, membenarkan telah menerima laporan dugaan intimidasi terhadap para aktivis. “Kami sedang melakukan verifikasi atas aduan itu,” ujarnya.
Partai X: Negara Wajib Melindungi, Bukan Menakuti
Menanggapi hal tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menegaskan bahwa negara memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
“Negara tidak boleh menjadi alat untuk menakuti warganya. Kritik bukan ancaman, tapi napas demokrasi,” ujarnya.
Rinto menilai tindakan intimidatif terhadap aktivis adalah kemunduran besar bagi demokrasi. “Rakyat mengkritik karena cinta negaranya. Tapi jika kritik dibungkam, itu tanda negara sedang kehilangan arah,” tegasnya.
Prinsip Partai X: Demokrasi Harus Bernyawa Rakyat
Partai X berpandangan bahwa demokrasi sejati bukan hanya tentang pemilu, tapi juga tentang ruang aman bagi rakyat untuk bersuara.
Kebebasan berpendapat adalah bagian dari martabat manusia dan dijamin konstitusi. “Ketika rakyat takut bicara, keadilan ikut terkubur,” kata Rinto.
Menurutnya, hukum harus ditegakkan tanpa mencederai hak-hak sipil. “Hukum yang baik bukan yang membungkam, tapi yang memberi ruang bagi kebenaran,” tambahnya.
Solusi Partai X: Hentikan Intimidasi, Perkuat Perlindungan Sipil
Partai X menyerukan langkah konkret:
- Evaluasi tindakan aparat agar penyidikan tidak disalahgunakan untuk membungkam perbedaan pendapat.
- Perkuat perlindungan hukum bagi advokat dan aktivis. Pendampingan hukum adalah hak, bukan tindak pidana.
- Dorong Komnas HAM aktif turun ke lapangan untuk memastikan tidak ada pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi.
- Buka ruang dialog publik antara pemerintah dan masyarakat sipil untuk memulihkan kepercayaan dan stabilitas sosial.
- Perluas pendidikan hukum dan HAM agar rakyat memahami hak konstitusionalnya dan berani melawannya bila dilanggar.
Rinto menegaskan, Partai X berdiri bersama rakyat yang bersuara untuk kebenaran. “Kritik bukan musuh negara, melainkan alarm moral agar kekuasaan tak melampaui batas,” katanya.
Menurutnya, jika negara takut pada kritik, maka rakyat justru harus lebih berani berbicara. “Demokrasi mati bukan karena peluru, tapi karena diam yang dipaksa,” pungkasnya.



