beritax.id — Pemerintah berencana menaikkan rasio pajak (tax ratio) menjadi 12 persen dalam waktu satu tahun. Kebijakan ini dinilai ambisius dan sulit direalisasikan tanpa memperhitungkan kapasitas ekonomi nasional. Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menyebut target itu nyaris mustahil.
“Jangan dipaksakan, karena akan berdampak pada stabilitas makroekonomi dan iklim usaha,” ujarnya, Minggu.
Fajry menilai, kenaikan tax ratio tidak bisa dicapai secara instan tanpa pertumbuhan ekonomi yang kuat. Ia juga mengingatkan risiko munculnya praktik pemungutan pajak yang agresif atau bahkan abusif di lapangan. Menurutnya, target penerimaan seharusnya disusun dari potensi riil ekonomi, bukan berdasarkan kebutuhan anggaran.
“Kalau target pajak dibuat hanya untuk menutup belanja besar, rakyat yang akan menanggung bebannya,” tegasnya.
Partai X: Negara Tak Boleh Hidup dari Kantong Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menilai kebijakan menaikkan rasio pajak 12 persen adalah langkah yang tidak bijak. Ia menegaskan, tugas negara itu tiga loh melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Namun, dalam praktiknya, kebijakan fiskal kini justru menekan rakyat dengan dalih penerimaan negara.
“Jangan jadikan rakyat sebagai sumber dana abadi negara,” tegas Rinto.
Menurutnya, negara harus hidup dari produktivitas ekonomi, bukan dari pungutan berlebihan terhadap masyarakat. Kenaikan pajak tanpa peningkatan kesejahteraan hanya akan memperbesar ketimpangan dan mengikis kepercayaan publik. Partai X memandang bahwa reformasi pajak seharusnya diarahkan untuk menciptakan sistem yang adil, transparan, dan berorientasi pada pertumbuhan rakyat.
Prinsip Partai X: Keadilan Fiskal Berbasis Kemandirian Ekonomi
Partai X menegaskan bahwa prinsip keadilan fiskal adalah bagian dari keadilan sosial sebagaimana diamanatkan konstitusi. Kebijakan perpajakan harus berpihak kepada rakyat, pelaku UMKM, dan sektor produktif nasional. Dalam sistem ekonomi kerakyatan, pajak bukan alat eksploitasi, melainkan sarana pemerataan dan kesejahteraan bersama. Negara wajib menumbuhkan basis ekonomi rakyat sebelum menambah beban fiskal baru. Pajak yang adil harus ditopang oleh sistem ekonomi yang berpihak pada produksi nasional, bukan konsumsi semata. Partai X menilai, tanpa arah fiskal yang jelas dan adil, negara berisiko kehilangan legitimasi moral dalam mengelola penerimaan publik.
Solusi Partai X: Ekspansi Ekonomi, Bukan Pemerasan Fiskal
Partai X menawarkan solusi konkret untuk meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban rakyat. Pertama, pemerintah harus memperluas basis ekonomi riil melalui industrialisasi dan hilirisasi berbasis rakyat. Kedua, dorong kepastian hukum dan iklim usaha yang kondusif agar sektor swasta tumbuh produktif. Ketiga, lakukan digitalisasi sistem pajak nasional agar transparansi dan efisiensi meningkat tanpa menambah tekanan lapangan. Keempat, pungutan pajak harus diimbangi dengan pelayanan publik yang terukur, efisien, dan berdampak langsung. Kelima, reformasi pajak harus menegakkan asas keadilan dan proporsionalitas, di mana yang kuat membayar lebih besar, bukan rakyat.
Partai X: Pajak Bukan Alat Kekuasaan
Rinto Setiyawan menegaskan, pajak seharusnya menjadi kontrak sosial antara rakyat dan negara, bukan alat pemaksaan kekuasaan.
“Rakyat mau bayar pajak kalau merasa dilayani, bukan karena takut ditagih,” katanya.
Ia menilai, transparansi fiskal harus menjadi prioritas utama agar kepercayaan publik terhadap pajak kembali pulih. Partai X menyerukan agar pemerintah berhenti memanipulasi kebijakan fiskal demi kepentingan jangka pendek. Keadilan fiskal, kata Rinto, bukan sekadar soal angka di APBN, tapi soal kepercayaan rakyat terhadap moralitas negara
“Kalau pajak naik, tapi rakyat tetap miskin, itu artinya negara gagal melayani,” tutupnya.