beritax.id – Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang mengungkapkan lonjakan besar jumlah calon mitra yang ingin membangun Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk menunjang program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ia menyebut ada 120 ribu calon mitra yang mengantre, sementara kebutuhan nasional hanya sekitar 30 ribu dapur. “Sebetulnya yang mengantre bikin dapur ini sudah banyak banget, 120 ribu calon mitra. Kita cuma butuh 30 ribu,” ujar Nanik di Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Karena antusiasme yang tinggi, BGN menegaskan akan melakukan verifikasi ketat terhadap calon mitra agar kualitas dapur dan pemerataan wilayah dapat terjamin. “Diverifikasikan juga jangan sampai dapurnya asal-asalan. Ini saya sidak aja kemarin saya ketemu dapur yang nggak memenuhi syarat,” ujarnya menegaskan.
Regulasi dan Tata Kelola Diperketat
Nanik menjelaskan bahwa pemerintah tengah memfinalisasi Peraturan Presiden (Perpres) tentang tata kelola pelaksanaan MBG, termasuk ketentuan teknis mengenai waktu dan sistem produksi makanan.
“Masak harus berdasarkan batch. Misalnya batch pertama dikirim pagi untuk anak-anak TK, sedangkan untuk SD dimasak terpisah,” jelasnya.
Aturan baru tersebut juga melarang aktivitas memasak sebelum pukul 12 malam demi menjaga kualitas, kebersihan, dan keamanan pangan. Selain itu, BGN telah menindak tegas mitra yang melanggar standar operasional prosedur (SOP) dengan penutupan sementara dapur yang tidak memenuhi ketentuan.
Partai X: Gizi Rakyat Bukan Proyek Pejabat
Menanggapi hal tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute Prayogi R Saputra menegaskan bahwa negara harus memastikan program MBG benar-benar berpihak pada rakyat, bukan sekadar proyek ekonomi penguasa.
“Tugas negara itu tiga loh, melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jadi kalau urusan gizi berubah jadi bisnis, maka negara kehilangan nuraninya,” ujar Prayogi dengan tegas.
Menurutnya, antrean calon mitra hingga ratusan ribu justru menjadi alarm bahwa ada potensi komersialisasi program sosial. Pemerintah diminta berhati-hati agar dapur gizi tidak berubah menjadi “ladang tender” yang menyingkirkan pelaku usaha lokal kecil, terutama UMKM dan koperasi rakyat.
Prinsip Partai X: Keadilan Sosial dan Kedaulatan Pangan
Dalam pandangan Partai X, kebijakan gizi nasional harus berpijak pada kedaulatan pangan dan keadilan sosial. Negara wajib menempatkan rakyat sebagai pelaku utama, bukan hanya penerima manfaat. Prinsip ini menegaskan bahwa kebijakan publik harus berorientasi pada pemerataan, kemandirian, dan keberlanjutan. Program seperti MBG seharusnya membangun rantai pasok lokal yang melibatkan petani, nelayan, dan pengusaha kecil, bukan perusahaan besar yang mencari keuntungan cepat.
Partai X menekankan bahwa pembangunan SPPG harus mengutamakan kualitas gizi dan pemerataan wilayah, terutama di luar Jawa. Pemerintah harus memastikan setiap dapur gizi memiliki standar kesehatan yang terukur dan sistem distribusi yang transparan.
Solusi Partai X: Desentralisasi Gizi dan Akuntabilitas Publik
Sebagai solusi, Partai X mengusulkan model Desentralisasi Gizi Nasional, di mana pengelolaan SPPG berbasis komunitas dengan pengawasan langsung dari masyarakat dan lembaga independen. Transparansi anggaran dan mekanisme audit publik harus diterapkan agar dana MBG tidak diselewengkan.
Selain itu, Partai X menyerukan pembentukan “Badan Kedaulatan Gizi Rakyat” yang beranggotakan unsur akademisi, organisasi sosial, dan masyarakat sipil untuk mengawasi pelaksanaan MBG di lapangan. Dengan begitu, rakyat menjadi pengendali, bukan objek dari kebijakan.
Penutup: Gizi Adalah Hak, Bukan Komoditas
Program MBG adalah langkah penting bagi kesejahteraan bangsa, tetapi pelaksanaannya harus bebas dari kepentingan bisnis dan birokrasi korup. Bagi Partai X, memastikan gizi rakyat bukan soal proyek, tapi soal hak asasi dan martabat bangsa. Negara hadir bukan untuk menyalurkan bantuan, tapi untuk menjamin kehidupan sehat dan berdaulat bagi seluruh rakyatnya.



