beritax.id – Korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) di masa pandemi Covid-19 kembali mencoreng wajah penegakan hukum di Indonesia. Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis ringan terhadap mantan pejabat Kementerian Kesehatan, Budi Sylvana, yang didakwa dalam kasus pengadaan 1,1 juta set APD. Majelis hakim menyatakan Budi terbukti menyalahgunakan kewenangan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp319 miliar.
Namun ironi terjadi ketika vonis yang dijatuhkan hanya tiga tahun penjara. Padahal, berdasarkan fakta persidangan, Budi turut menandatangani surat pesanan fiktif dan membiarkan pembayaran jumbo tanpa dokumen sah. Kejahatan itu terjadi di tengah bencana nasional, saat rakyat berjuang menyelamatkan nyawa.
Negara Tak Boleh Lunak kepada Pelanggar Amanat Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai vonis tersebut menyiratkan bahwa negara tampak memaafkan pelanggaran berat di tengah penderitaan rakyat.
Menurutnya, negara seharusnya bersikap tegas terhadap pejabat yang menyalahgunakan wewenang, apalagi dalam situasi krisis nasional.
“Jika pejabat yang terbukti menyebabkan kerugian ratusan miliar hanya dihukum ringan, bagaimana nasib keadilan?” tegas Rinto. Ia menilai kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan, buruknya akuntabilitas, dan hilangnya keteladanan di tingkat pejabat birokrasi.
Korupsi di Masa Bencana Harusnya Jadi Pemberat Hukuman
Partai X menilai vonis ringan terhadap Budi menjadi preseden buruk. Menurut Sekolah Negarawan X-Institute, yang digagas Partai X, korupsi dalam keadaan bencana harus diberi pemberat maksimal.
Bukan justru diabaikan atau dimaklumi hanya karena pelaku tidak menikmati langsung uangnya.
“Pengadilan seolah mengabaikan niat jahat kolektif dari korporasi yang terlibat,” tambah Rinto. Fakta bahwa dua swasta mendapatkan keuntungan besar menandakan adanya sistem pengadaan yang dipermainkan oleh segelintir kelompok dan mitra pemerintah.
Partai X menegaskan bahwa pemerintah adalah bagian kecil dari rakyat yang diberi mandat untuk melindungi dan melayani rakyat, bukan memperkaya kroni melalui darurat nasional.
Dalam prinsip Partai X, rakyat adalah pemilik negara, dan pejabat hanya sopir dari bus bernama republik ini.Ketika sopir ugal-ugalan dan merugikan penumpang, rakyat berhak memecatnya.
Inilah semangat daur ulang nilai-nilai Pancasila yang dijalankan Partai X. Sila keadilan sosial tidak boleh dikompromikan oleh hukum yang tumpul ke atas.
Solusi Partai X: Reformasi Prosedur, Pengawasan Ketat, dan Keadilan Progresif
Sebagai jalan keluar, Partai X menegaskan pentingnya:
- Reformasi birokrasi pengadaan darurat melalui sistem digital berbasis expert system;
- Amandemen kelima UUD 1945 agar kekuasaan kembali kepada rakyat, bukan kartel pengadaan;
- Penerapan pendidikan politik sejak dini melalui kurikulum nasional, untuk membentuk generasi negarawan yang berintegritas;
- Pemutusan seluruh mata rantai korupsi dengan pendekatan sistemik, bukan hanya pemidanaan administratif.
Sekolah Negarawan mengajarkan bahwa kepemimpinan sejati tidak hanya hadir dalam pidato, tetapi juga pada keberanian untuk menyatakan benar itu benar, dan salah itu salah.
Jika negara membiarkan vonis ringan atas kejahatan luar biasa ini, maka kepercayaan publik bisa musnah.
Bukan hanya korupsi yang menang, tapi keadilan yang kalah.