beritax.id – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam rencana TNI Angkatan Darat merekrut 24.000 tamtama. Pasukan tersebut akan diarahkan untuk membentuk batalyon teritorial pembangunan di bidang ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat.
Rencana itu diumumkan Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Wahyu Yudhayana pada 4 Juni 2025. Wahyu menegaskan bahwa pasukan ini tidak untuk tempur, melainkan membantu tugas-tugas non-militer seperti pertanian dan pelayanan kesehatan.
Koalisi menilai kebijakan rekrut tamtama ini menyimpang dari mandat konstitusional dan Undang-Undang TNI. Pelibatan TNI dalam sektor pertanian dianggap melanggar prinsip demarkasi sipil-militer. Koalisi menyebut hal ini mencederai semangat reformasi dan profesionalisme TNI pascarezim otoriter.
Menurut mereka, ancaman perang modern menuntut peningkatan kapasitas tempur, bukan pelibatan dalam urusan pertanian, perkebunan, maupun peternakan. Presiden dan DPR didesak mengevaluasi kebijakan ini agar tidak menormalisasi intervensi militer dalam sektor sipil.
Partai X: Petani Tak Butuh Seragam Loreng, Tapi Kedaulatan Pangan yang Adil
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa kebijakan rekrut tamtama ini keliru secara orientasi dan fungsi. “Petani itu butuh lahan subur, harga stabil, dan distribusi adil. Bukan dikawal batalyon,” kata Prayogi.
Ia menegaskan kembali bahwa tugas pemerintah ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil. Ketika petani tak mendapat keadilan harga dan akses tanah, justru TNI yang dikirim, maka itu pengabaian tugas negara.
Menurut prinsip Partai X, negara adalah entitas yang dijalankan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Militer adalah alat pertahanan, bukan pelaksana program sipil. Pemerintah harus patuh pada asas transparansi dan supremasi sipil, sebagaimana konstitusi tegaskan.
Campur tangan militer dalam ranah sipil tidak hanya melanggar hukum, tapi juga membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan. Ini bisa membungkam partisipasi warga dan membentuk kembali pola otoritarianisme terselubung.
Solusi Partai X: Bangun Kedaulatan Pangan dengan Reforma Agraria dan Subsidi Langsung
Partai X mengusulkan agar negara mengalihkan anggaran perekrutan militer ke reforma agraria dan subsidi petani. Lahan tidur milik negara seharusnya dibagikan kepada petani kecil. Harga komoditas pertanian harus ditentukan lewat skema yang adil, bukan dikendalikan korporasi besar.
Distribusi hasil pertanian perlu dikelola dengan koperasi rakyat, bukan melalui jalur dalam atau militer. Pemerintah juga harus mengembangkan sistem logistik pangan nasional yang berpihak pada petani, bukan tengkulak.
Melalui Sekolah Negarawan, X-Institute menyiapkan generasi yang memahami batas tegas antara kekuasaan sipil dan militer. Pemimpin masa depan tidak boleh menormalisasi penyimpangan fungsi institusi negara demi kepentingan pribadi sesaat.
Negara butuh negarawan, bukan sekadar pejabat. Sekolah Negarawan menanamkan nilai bahwa membela rakyat dimulai dari memahami konstitusi, bukan membuat kebijakan populis yang membingungkan fungsi lembaga.
Kesimpulan: Pemerintah Wajib Fokus pada Solusi Rakyat, Bukan Proyek Gimik Militeristik
Partai X menolak keras kebijakan pelibatan TNI dalam sektor pertanian sebagai bentuk penyimpangan dari reformasi. Kedaulatan pangan tidak akan tercapai dengan militerisasi lahan, melainkan dengan keadilan agraria dan perlindungan terhadap petani kecil.
Negara harus kembali ke prinsip dasarnya: lindungi, layani, dan atur rakyat secara adil. Jangan ubah tugas tentara menjadi alat tambal sulam atas kegagalan kebijakan sipil yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan niat yang jernih.