beritax.id — Rencana Kementerian Perhubungan menaikkan tarif ojek online (ojol) hingga 15 persen memantik respons kritis berbagai pihak. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Aan Suhanan menyebut kajian tarif telah rampung dan akan diberlakukan dalam waktu dekat.
Tarif yang berlaku saat ini didasarkan pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564/2022, dan belum berubah sejak tiga tahun terakhir. Kenaikan ini akan bervariasi per zona, tergantung wilayah operasi ojol.
Namun, di tengah pelemahan daya beli masyarakat, banyak pihak justru menilai langkah ini sebagai kebijakan yang keliru dan kontraproduktif. BPJS Watch dan pengamat ketenagakerjaan menilai kenaikan tarif hanya akan mengurangi jumlah penumpang dan memperparah kondisi driver.
Partai X: Negara Jangan Jadi Operator Ketimpangan
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa negara seharusnya hadir melindungi warga, bukan melempar beban baru kepada rakyat.
“Kalau tarif naik tapi potongan aplikator tetap besar, maka rakyat cuma jadi penumpang beban baru,” tegas Prayogi.
Menurutnya, tugas pemerintah itu ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Kenaikan tarif tanpa reformasi struktural justru menunjukkan bahwa negara gagal menunaikan ketiganya.
“Kalau hanya main angka tanpa menyelesaikan akar persoalan, maka yang dirugikan tetap dua pihak: pengemudi dan penumpang,” kata dia.
Solusi Partai X: Reformasi Relasi Ojol, Bukan Tambah Tarif
Partai X mendorong agar pemerintah segera membenahi pola hubungan kerja antara aplikator dan pengemudi. Selama relasi mitra tetap abu-abu, maka ketimpangan pendapatan tidak akan teratasi.
Solusi Partai X adalah: penguatan regulasi, pemangkasan potongan aplikator menjadi maksimal 10 persen, serta perluasan jaminan kerja seperti BPJS Ketenagakerjaan. Semua itu harus dimulai dari keberanian negara untuk menjadi pengatur, bukan operator dari pasar yang timpang.
“Kalau negara tidak berani atur aplikator, lalu siapa yang akan lindungi para pengemudi ini?” kritik Prayogi.
Sekolah Negarawan: Cetak Pemimpin Berpihak pada Pekerja
Partai X juga mendorong pengambil kebijakan untuk mengikuti kurikulum Sekolah Negarawan. Di sinilah pejabat publik dilatih agar berpikir dari sudut pandang rakyat, bukan sekadar tabel ekonomi atau data statistik.
Menurut prinsip Partai X, negara tidak boleh abai terhadap kerja informal yang menopang kota. Ojol bukan hanya kendaraan, tapi juga wajah ketimpangan yang tidak pernah diselesaikan. Kenaikan tarif ojol adalah kebijakan jangka pendek yang bisa memicu efek jangka panjang: menurunnya jumlah order, meningkatnya pengangguran, dan merosotnya kepercayaan publik.
Partai X menyerukan agar pemerintah mencabut akar persoalan: ketimpangan relasi ekonomi, ketidakjelasan status kerja, dan potongan platform digital yang tak berpihak. “Kita perlu keberanian untuk berpihak, bukan keberanian untuk menaikkan harga,” tutup Prayogi.