beritax.id — Pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Nasional (Unas), Assoc Prof Dr. Sulistyowati, SH, MH, menilai pelaksanaan peradilan elektronik atau e-court memiliki dua sisi. Menurutnya, sistem ini membawa kemajuan, tetapi juga menimbulkan tantangan serius dalam praktik hukum di Indonesia.
“Peradilan elektronik ibarat pisau bermata dua, ada kelebihan dan kekurangannya,” ujar Sulistyowati dalam Kuliah Umum Praktik Peradilan Pidana di Indonesia secara daring, Kamis (16/10).
Ia menilai, kelebihan e-court mencakup efisiensi waktu dan biaya, akses yang lebih luas, serta transparansi administrasi peradilan. Namun, kekurangannya terletak pada kesenjangan digital, ancaman keamanan data, dan sulitnya menilai kredibilitas saksi secara langsung.
Sulistyowati menegaskan bahwa proses pembuktian di pengadilan sebaiknya tidak sepenuhnya dilakukan secara digital, sebab hakim perlu mengamati ekspresi dan kredibilitas saksi secara langsung untuk menjaga keadilan substantif.
Partai X: Teknologi Harus Menyatu dengan Nurani Hukum
Menanggapi hal itu Ketua Umum Partai X Erick Karya menegaskan bahwa kemajuan teknologi hukum tidak boleh menjauh dari rasa keadilan rakyat.
Menurutnya, tugas negara bukan sekadar memodernisasi sistem, tetapi melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat dengan berpihak pada nilai kemanusiaan.
“Negara jangan sibuk membuat sistem canggih tapi melupakan hak rakyat kecil mencari keadilan. Mesin tak bisa menggantikan nurani,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa penerapan e-court harus memastikan rakyat tidak tersisih karena keterbatasan teknologi dan akses.
Prinsip Partai X: Keadilan untuk Semua, Bukan untuk yang Mampu
Berdasarkan prinsip Partai X, negara wajib menjamin keadilan yang mudah diakses, transparan, dan berpihak kepada kebenaran, bukan hanya kepada mereka yang memiliki fasilitas digital.
Partai X menegaskan bahwa seluruh instrumen negara, termasuk sistem hukum digital, harus tunduk pada kepentingan rakyat, bukan pada korporasi atau kepentingan pejabat hukum.
“Keadilan bukan milik pengacara berbayar mahal, tapi hak setiap warga negara. Itu prinsip yang harus dijaga,” tegas Erick.
Solusi Partai X: Digitalisasi yang Berpihak pada Rakyat
Sebagai solusi, Partai X menawarkan beberapa langkah strategis agar digitalisasi hukum tetap berkeadilan:
- Transformasi digital berbasis keadilan sosial, bukan sekadar efisiensi administratif.
- Pelatihan dan literasi hukum digital bagi masyarakat miskin dan daerah terpencil.
- Sistem pengawasan independen digital, agar e-court bebas dari manipulasi dan konflik kepentingan.
- Peningkatan keamanan siber hukum, dengan memastikan perlindungan data para pihak di pengadilan.
- Restorative justice berbasis teknologi, di mana mediasi digital tetap mengedepankan nilai kemanusiaan dan pemulihan sosial.
Partai X menegaskan bahwa teknologi hanya alat, bukan tujuan akhir. Negara harus memastikan keadilan tidak ditelan algoritma dan rakyat tetap menjadi pusat dari setiap kebijakan hukum.
“Digitalisasi hukum boleh maju, tapi keadilan tidak boleh hilang arah. Jangan sampai teknologi melampaui nurani bangsa,” tutup Erick.