beritax.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan pengesahan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) merupakan kewajiban konstitusional negara. Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM RI Putu Elvina menyebut ini momentum krusial yang seharusnya tidak disia-siakan. Presiden Prabowo telah menyampaikan komitmennya saat May Day 2025, dan DPR telah memasukkannya ke Prolegnas Prioritas 2025–2029.
Namun, di balik komitmen itu, fakta berbicara lain. RUU ini telah digantung selama 21 tahun di ruang pejabat. Selama itu pula, Pekerja Rumah Tangga (PRT) mayoritas perempuan terus menjadi korban kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi tanpa perlindungan hukum yang layak.
Partai X: Negara Wajib Hadir, Bukan Sekadar Membuat Janji
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai penundaan RUU PPRT mencerminkan kegagalan negara dalam menunaikan amanat konstitusi. “Ini bukan sekadar dokumen hukum, tapi pengakuan terhadap martabat jutaan rakyat yang selama ini diabaikan,” ujarnya.
Rinto mengingatkan kembali bahwa tugas negara adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur demi keadilan. Jika negara tidak mampu menyegerakan perlindungan hukum untuk kelompok rentan seperti PRT, maka sesungguhnya negara sedang absen dari tanggung jawabnya yang paling dasar.
Dalam bingkai pemikiran Sekolah Negarawan Partai X, setiap kebijakan publik harus berpihak pada mereka yang paling tertindas. Penundaan RUU PPRT selama dua dekade adalah bukti bahwa kelompok pejabat lebih sibuk memperjuangkan kuasa dibanding memperjuangkan keadilan sosial.
Partai X menolak sikap yang menunda hak rakyat demi kepentingan fraksi, friksi, dan dagang sapi legislatif. RUU PPRT bukan cuma soal pengaturan kerja rumah tangga, melainkan pengakuan terhadap keberadaan dan kemanusiaan PRT.
Solusi Partai X: Segera Sahkan dan Awasi Implementasi Nyata
Partai X mendesak pengesahan RUU PPRT tanpa syarat dan tanpa kompromi. RUU ini harus mengakomodasi lima prinsip utama: pengakuan status PRT sebagai pekerja, perlindungan hukum, jaminan sosial, penghapusan diskriminasi, serta pengawasan ketat terhadap pelanggaran.
Setelah disahkan, implementasi RUU ini harus dikawal dengan pendirian Badan Khusus Pengawasan PRT di bawah Kemenaker yang melibatkan masyarakat sipil. Negara juga wajib menyediakan jalur aduan cepat, perlindungan hukum gratis, dan edukasi publik terkait hak-hak PRT.
Partai X menilai sudah cukup waktu terbuang dalam penantian RUU PPRT. Setiap hari yang berlalu tanpa perlindungan hukum adalah bentuk kekerasan negara yang terselubung. Negara tidak boleh memilih diam ketika rakyatnya disakiti. Dan rakyat tidak akan diam jika keadilan terus diulur.
Sahkan RUU PPRT sekarang. Bukan karena tekanan, tetapi karena itu kewajiban yang sudah terlalu lama dilanggar.