beritax.id – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman membantah tudingan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP minim partisipasi publik. Menurutnya, Komisi Hukum telah mendengar masukan dari 53 pihak dengan beragam latar belakang. Ia juga mengklaim ribuan daftar inventarisasi masalah merupakan aspirasi masyarakat, bukan sekadar produk DPR. Habiburokhman menantang publik menilai siapa sebenarnya yang omong kosong dalam proses penyusunan ini.
Koalisi masyarakat sipil justru menilai DIM RUU KUHAP tidak membawa perubahan substansial, bahkan makin memperburuk draf. Pasal soal izin hakim dalam penangkapan dan penahanan dinilai mengandung celah besar. Kondisi mendesak yang ditentukan subjektif penyidik bisa melegitimasi pelanggaran HAM. Padahal, partisipasi bermakna menuntut pengaturan rigid dan pengawasan ketat dari hakim.
Sikap Partai X
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan hukum tanpa rakyat hanyalah alat kekuasaan yang menindas.
“Tugas negara jelas, melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” ujarnya.
Ia menilai DPR gagal menghadirkan ruang dialog bermakna, sehingga hukum berubah menjadi instrumen legitimasi kekuasaan semata.
Partai X menegaskan hukum harus berpijak pada kedaulatan rakyat. Negara tidak boleh menjadikan hukum sekadar aturan prosedural tanpa keadilan. Hukum sejati harus melindungi warga, bukan melanggengkan kekuasaan. Demokrasi bermakna hanya bila rakyat menjadi subyek utama, bukan penonton kebijakan penguasa.
Solusi Partai X
Partai X mengusulkan beberapa solusi. Pertama, revisi RUU KUHAP dengan membuka forum rakyat terbuka yang melibatkan akademisi, masyarakat sipil, dan korban kriminalisasi. Kedua, pengawasan ketat aparat melalui hakim pengawas independen, agar upaya paksa tidak didasarkan subjektivitas penyidik. Ketiga, audit legislasi DPR untuk memastikan setiap produk hukum berpihak pada rakyat, bukan kelompok tertentu. Keempat, penguatan pendidikan hukum rakyat agar masyarakat memahami haknya dan bisa mengawasi jalannya hukum.
Partai X menilai undangan DPR yang disebut Habiburokhman hanyalah formalitas tanpa substansi. Partisipasi bermakna bukan sekadar menghadirkan pihak, tetapi memastikan suara rakyat terakomodasi. Bila hukum disusun tanpa rakyat, maka produk hukum hanyalah alat kekuasaan, bukan pelindung keadilan.
RUU KUHAP harus menjadi tonggak keadilan, bukan instrumen represi. Partai X menegaskan hukum tanpa partisipasi rakyat hanyalah jalan menuju otoritarianisme baru. Rakyat harus dilibatkan penuh karena hukum sejati adalah milik rakyat, bukan milik penguasa.