beritax.id — Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertimbangkan aspirasi masyarakat sipil dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Menurutnya, KUHAP yang baru harus menjadi acuan pelaksanaan sistem peradilan pidana yang berbasis nilai-nilai hak asasi manusia.
Pigai mengingatkan bahwa proses penegakan hukum pidana erat kaitannya dengan pembatasan hak-hak warga. Karena itu, ia meminta agar DPR tidak mengabaikan suara kelompok sipil, pakar HAM, dan lembaga HAM dalam penyusunan undang-undang ini.
Tidak Boleh Menutup Telinga terhadap Aspirasi Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa tugas negara bukan hanya membuat undang-undang. Negara wajib mendengar rakyat, melindungi rakyat, dan mengatur rakyat sesuai nilai-nilai keadilan.
RUU KUHAP yang dibahas secara terburu-buru tanpa partisipasi bermakna hanya akan menghasilkan hukum prosedural yang represif. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan tidak boleh hanya menjadi objek pasal-pasal yang memberatkan.
Partai X menilai bahwa proses hukum tanpa perspektif hak asasi hanya melanggengkan kekuasaan aparat. Sistem peradilan pidana seharusnya melindungi warga negara, bukan menakut-nakuti.
Menurut prinsip Partai X, negara adalah entitas yang terdiri dari wilayah, rakayat dan pemerintah yang dijalankan demi kedaulatan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat. Pemerintah hanyalah pelaksana kehendak rakyat, bukan pemilik negara.
Sebagaimana analogi Partai X, negara adalah bus milik rakyat, bukan milik sopirnya. Jika sopir ugal-ugalan, pemilik berhak mencopotnya. Dalam konteks ini, DPR sebagai wakil rakyat harus ingat bahwa rakyatlah pemilik negara, bukan Menteri atau Jaksa Agung.
Solusi dari Partai X: Amandemen Kelima dan Sekolah Negarawan
Partai X mendorong Amandemen Kelima UUD 1945 untuk mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Undang-undang yang dibuat harus melalui proses musyawarah kenegarawan, bukan sekadar lobi kekuasaan.
Sekolah Negarawan yang digagas Partai X menjadi pusat pendidikan nilai-nilai Pancasila dan integritas hukum. Dari sinilah harus lahir generasi pembuat kebijakan yang mengerti arti perlindungan dan pelayanan terhadap rakyat.
Selain itu, reformasi hukum berbasis expert system harus menjadi arah baru legislasi nasional. Perumusan hukum pidana tidak bisa hanya dikendalikan lembaga-lembaga tanpa kompetensi substansial dalam hak asasi.
Jika RUU KUHAP disahkan tanpa partisipasi rakyat, maka yang dilahirkan bukan hukum, melainkan alat pengendalian. Partai X menegaskan bahwa substansi hukum harus berpihak pada rakyat, bukan pada aparat.
DPR harus menyadari bahwa negara tidak diciptakan untuk menekan rakyat dengan aturan, melainkan untuk melindungi rakyat melalui keadilan.
Partai X mengingatkan: jangan jadikan rakyat korban birokrasi legislasi. Hukum yang adil hanya mungkin lahir dari proses yang adil pula.