beritax.id – Penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dituntut 14 tahun penjara dan denda Rp750 juta oleh Kejaksaan Agung. Jaksa meyakini Lisa terbukti bersalah dalam permufakatan jahat dan suap kepada hakim demi pengondisian perkara kliennya.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, jaksa menyatakan bahwa Lisa memberikan suap kepada hakim PN Surabaya dan MA. Tujuannya adalah memastikan vonis bebas Ronald Tannur di tingkat pertama dan kasasi tetap berlaku.
Selain hukuman penjara dan denda, jaksa menuntut pencabutan profesi Lisa sebagai advokat. Perbuatannya dianggap mencederai lembaga peradilan dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi hukum.
Jaksa menyebut Lisa tidak kooperatif selama proses persidangan dan tidak mendukung program antikorupsi pemerintah. Namun, jaksa tetap mempertimbangkan bahwa Lisa belum pernah dihukum sebelumnya sebagai hal meringankan.
Peringatan Keras Partai X: Ini Bukan Kejutan, Ini Akibat Pembiaran Sistemik
Menanggapi perkara ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menegaskan bahwa kasus Lisa bukan prestasi hukum. “Ini adalah puncak dari pembiaran panjang dalam sistem hukum kita,” tegasnya.
Ia mengingatkan kembali bahwa tugas pemerintah hanya tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketika hukum digunakan untuk memperdagangkan keadilan, maka seluruh prinsip negara hancur di tangan para makelar perkara.
Partai X meyakini bahwa negara bukan alat pejabat, dan hukum bukan barang dagangan di ruang tertutup. Dalam prinsip Partai X, pemerintah hanyalah wakil dari rakyat, bukan penguasa hukum.
“Negara itu milik rakyat, dan hukum adalah pelindungnya,” kata Rinto. Jika hukum dikendalikan oleh uang, maka siapa yang akan melindungi rakyat kecil? Bagaimana mungkin keadilan sosial dapat tercapai?
Solusi Partai X: Bersihkan Sistem Hukum dari Akar hingga Ujung
Partai X menawarkan solusi yang sistemik dan solutif. Pertama, reformasi sistem hukum dengan pendekatan kepakaran, bukan kekuasaan. Kedua, pembentukan Dewan Kedaulatan Rakyat sebagai pengawas independen terhadap praktik hukum dan keadilan.
Ketiga, amandemen kelima UUD 1945 untuk memastikan rakyat memiliki kontrol atas sistem hukum negara. Keempat, menjadikan pendidikan dan etika profesi bagian dari kurikulum nasional untuk generasi muda yaitu dapat dimulai dari Sekolah Negarawan.
Kelima, pembubaran organisasi advokat dan lembaga hukum yang tidak menjalankan pendidikan etika hukum dan tanggung jawab sosial.
Partai X menegaskan, vonis dan tuntutan kepada Lisa Rachmat bukan solusi akhir. Yang dibutuhkan adalah reformasi menyeluruh atas sistem rekrutmen, penempatan, dan pengawasan profesi hukum.
Jika tidak, kasus serupa hanya akan berulang dengan tokoh berbeda. Hukum bukan panggung pencitraan. Hukum harus kembali menjadi benteng rakyat, bukan alat perpanjangan tangan kekuasaan atau kekayaan.