beritax.id – Pemerintah kembali menunda pengumuman hasil revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Padahal konferensi pers sudah dijadwalkan dengan kehadiran sejumlah menteri. Penundaan ini diumumkan karena alasan teknis yang belum terselesaikan hingga waktu konferensi.
Penundaan ini memperpanjang ketidakpastian pelaku usaha kecil. Terlebih setelah Presiden Prabowo Subianto sendiri sempat memerintahkan pencabutan aturan jika terbukti tidak menguntungkan bangsa. Revisi ini telah ditunggu publik sejak awal April 2025 namun hingga kini belum juga final.
Pemerintah Kembali Gagal Menjamin Kepastian Ekonomi
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menilai penundaan ini sebagai bentuk kelalaian negara dalam menjalankan tugas dasarnya. “Tugas negara itu tiga loh. Melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tapi kali ini, yang diatur justru nasib pedagang kecil oleh pasar dan spekulasi,” ujarnya.
Menurutnya, revisi aturan impor menyangkut hajat hidup banyak pelaku UMKM dan industri domestik. “Selama aturan ini menggantung, spekulasi harga terjadi di lapangan. Pedagang kecil ditekan oleh ketidakpastian, sementara pemain besar tetap dominan karena punya modal dan informasi,” tegasnya.
Prinsip Partai X: Negara Harus Bertindak Efektif dan Transparan
Partai X memandang negara sebagai entitas yang harus menjalankan kewenangannya secara efektif, efisien, dan transparan. Pemerintah bukan penguasa, melainkan pelayan rakyat yang diberi mandat.
Ketika regulasi berubah lamban dan tidak berpihak pada rakyat, maka pemerintah telah mengingkari mandatnya.
Kebijakan yang ditunda hanya menciptakan ruang gelap bagi mafia impor, spekulan, dan penyusup pasar global. Ini bertentangan dengan prinsip keadilan ekonomi sebagaimana termaktub dalam sila kelima Pancasila: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Solusi Partai X: Ubah Paradigma, Prioritaskan Ekonomi Rakyat
Sebagai solusi, Partai X mendorong:
- Amandemen Kelima UUD 1945 agar kedaulatan benar-benar di tangan rakyat, bukan penguasa teknokrat.
- Reformasi Hukum dan Birokrasi melalui sistem kepakaran dan digitalisasi berbasis intelligent operations platform.
- Pemisahan antara Lembaga Negara dan Pemerintah agar kebijakan tidak disandera kekuasaan.
- Pendidikan Politik di Sekolah Dasar dan Menengah, agar generasi muda sadar sejak dini tentang hak ekonomi rakyat.
Semua ini akan diperjuangkan melalui Sekolah Negarawan yang menjadi wadah pengkaderan pemimpin visioner, yang mampu menjawab tantangan ketimpangan sistemik dengan nilai-nilai Pancasila.
Jika Presiden serius ingin menghapus kebijakan yang merugikan bangsa, maka segera lakukan. Jangan biarkan publik menebak-nebak arah kebijakan sambil menanggung kerugian.
“Jangan-jangan yang ditunggu bukan konfirmasi teknis, tapi keberanian politis,” tutup Prayogi tajam.