beritax.id – Polemik terkait status hukum Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Desa yang mencalonkan diri sebagai bakal calon legislatif (bacaleg) kian memanas. Sejumlah pihak menilai tindakan tersebut berpotensi melanggar Pasal 240 ayat (1) huruf (k) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Partai X menilai ada indikasi potensi kecurangan yang patut disorot.
Polemik Status Hukum TPP Pendamping Desa
Dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Pasal 240 ayat (1) huruf (k) menyebutkan bahwa individu dengan status tertentu seperti ASN, TNI, Polri, karyawan BUMN/BUMD, dan pegawai badan lain yang menerima dana dari keuangan negara wajib mengundurkan diri jika mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Dalam penjelasan aturan tersebut, meskipun status TPP Desa tidak secara eksplisit disebutkan. Interpretasi hukum yang berbasis pada makna ‘karyawan’ menunjukkan bahwa TPP Desa memenuhi kriteria tersebut. Sebab, mereka menerima honor berbasis APBN dan bekerja dalam naungan Kemendes dengan sistem kontrak kerja.
Partai X Soroti Potensi Kecurangan
Menanggapi polemik ini, Rinto Setiyawan, Anggota Majelis Tinggi Partai X, menilai bahwa terdapat indikasi potensi kecurangan jika TPP Desa yang mencalonkan diri sebagai bacaleg tidak mengundurkan diri secara resmi.
“Prinsip Pemerintah yang kami anut menuntut agar kebijakan dan aturan hukum dijalankan secara efektif, efisien, dan transparan. Jika TPP Desa tetap mencalonkan diri tanpa mundur, ini berpotensi melanggar aturan hukum yang berlaku,” ujar Rinto.
Lebih lanjut, Rinto menilai hal ini bertentangan dengan prinsip Negarawan yang menuntut pemimpin dan aparatur negara untuk berintegritas, profesional, dan menjunjung tinggi keadilan.
“Kita tidak bisa membiarkan pihak-pihak tertentu menggunakan jabatan atau fasilitas negara untuk kepentingan elit pribadi. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip keadilan yang kami junjung,” tegas Rinto.
Imbauan Partai X
Partai X mendesak Kemendes dan pihak terkait untuk menindak tegas jika ditemukan TPP Desa yang mencalonkan diri tanpa mengundurkan diri.
“Kami menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dalam hal ini. Jika terbukti melanggar, maka konsekuensinya harus jelas, termasuk kewajiban mengembalikan honor yang telah diterima,” tambah Rinto.
Partai X juga mengingatkan bahwa prinsip Sejahtera menuntut kebijakan yang berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan keuntungan elit kelompok tertentu.
“Penegakan aturan ini penting agar kepercayaan publik terhadap sistem pemerintah kita tetap terjaga,” ujar Rinto menutup pernyataannya.
Polemik seputar status hukum TPP Desa yang mencalonkan diri sebagai bacaleg menimbulkan pertanyaan besar terkait penerapan aturan hukum yang transparan dan adil. Partai X menegaskan bahwa segala bentuk pelanggaran harus ditindak tegas demi menjaga integritas sistem pemerintah nasional serta melindungi hak rakyat atas pemilu yang bersih dan adil.