beritax.id – Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk meminta pemerintah daerah se-Papua untuk mempercepat penyelesaian dokumen administrasi terkait penyaluran dana otonomi khusus (otsus) dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI). Ia menekankan agar para kepala daerah bergerak cepat, sebelum ada surat teguran resmi dari Menteri Dalam Negeri. Hingga saat ini, masih banyak pemda yang belum merampungkan dokumen yang dibutuhkan.
Menurut Ribka, percepatan administrasi penting untuk memastikan realisasi anggaran berjalan sesuai waktu. Dana otsus dan DTI disebut sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Papua. Namun, jika birokrasi tak kunjung rampung, maka anggaran tersebut hanya akan mengendap tanpa manfaat konkret.
Partai X: Dana Otsus Berlimpah, Tapi Rakyat Masih Tak Tersentuh
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menanggapi desakan Wamendagri dengan nada kritis. “Berapa banyak dana sudah dikucurkan? Tapi rakyat Papua masih hidup dalam kemiskinan dan keterpinggiran,” tegasnya. Partai X menilai, persoalan Papua bukan semata soal administrasi, melainkan ketidakberpihakan kebijakan dan lemahnya pengawasan negara terhadap pelaksanaan dana otsus.
Menurut Rinto, penyelesaian berkas bukanlah jawaban atas akar masalah. Selama belum ada perubahan fundamental dalam cara pemerintah memandang Papua, maka program apa pun hanya menjadi kegiatan proyek, bukan proses kesejahteraan. “Papua butuh keadilan struktural, bukan cuma formulir dan anggaran,” tegasnya.
Partai X kembali mengingatkan tugas pokok pemerintah berdasarkan prinsip negara, yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika pusat hanya melempar tanggung jawab ke daerah, maka negara tak hadir utuh. Pemerintah pusat tidak bisa hanya berperan sebagai regulator dan pengancam teguran. Ia harus menjadi fasilitator keadilan bagi seluruh wilayah, termasuk Papua.
Menurut prinsip Partai X, negara ibarat bus bersama. Pemerintah hanyalah sopir yang diberi mandat rakyat untuk membawa seluruh penumpang ke tujuan.
Ketika pemerintah menjadikan administrasi sebagai tujuan, bukan alat, maka bus hanya berputar di terminal kekuasaan. Dana otsus menjadi bensin yang dibakar habis, tanpa pernah membawa rakyat Papua ke tempat yang layak.
Solusi Partai X: Harus Diawasi Rakyat, Bukan Diserahkan ke Birokrat Saja
Partai X menyodorkan solusi konkret: pertama, bentuk forum pengawasan independen di setiap kabupaten/kota untuk memantau dana otsus. Forum ini harus diisi oleh perwakilan masyarakat adat, tokoh agama, akademisi, dan pemuda. Kedua, transparansi anggaran wajib dijalankan melalui sistem digital terbuka, agar semua orang bisa mengakses laporan penggunaan dana.
Ketiga, pendekatan pembangunan harus berbasis kebutuhan kultural, bukan copy-paste dari Jawa. Papua punya keunikan sosial, geografis, dan pemerintah yang tidak bisa diseragamkan dalam dokumen pusat. Kebutuhan masyarakat bukan hanya jalan dan bangunan, tapi pengakuan, perlindungan, dan keadilan.
Penutup: Jangan Biarkan Otsus Jadi Dana Kosong tanpa Keadilan
Partai X melalui program Sekolah Negarawan menegaskan pentingnya menyiapkan pemimpin yang memahami Indonesia dari pinggiran. Papua butuh negarawan, bukan administrator. Pemimpin yang memahami bahwa membangun bukan soal beton dan anggaran, tapi soal mengobati luka sejarah dan menjahit kembali kepercayaan rakyat terhadap negara.
Sekolah ini mengajarkan bahwa membangun Papua berarti membangun kembali kontrak sosial, kepercayaan, dan solidaritas. Bukan sekadar menyusun RAB dan SOP penyaluran dana.
Partai X menutup pernyataan dengan mengingatkan bahwa otonomi khusus bukan hadiah, tapi tanggung jawab. Jika dana otsus terus digelontorkan tanpa dampak nyata, maka pemerintah sedang memperkuat ketimpangan, bukan memberantasnya. Papua tak butuh janji dan seremoni, tapi keadilan yang bisa dirasakan dari kampung ke kampung. Karena rakyat Papua, seperti rakyat di mana pun, punya hak untuk hidup sejahtera di tanahnya sendiri.