beritax.id – Kepercayaan publik terhadap kebijakan fiskal kembali diuji ketika Menteri Keuangan memilih menghindari pertanyaan wartawan terkait isu sensitif perpajakan dan tunjangan pejabat. Sikap diam di depan mikrofon bukan sekadar gestur personal, melainkan simbol komunikasi negara yang terputus dari rakyatnya.
Di saat masyarakat menghadapi tekanan ekonomi dan kewajiban pajak yang kian kompleks, ketidakhadiran penjelasan justru menimbulkan kecurigaan dan rasa tidak adil.
Ketika Transparansi Menghilang
Pajak adalah kewajiban warga negara, tetapi kepercayaan adalah prasyaratnya. Ketika publik tidak mendapatkan jawaban yang jujur dan terbuka, kepatuhan pajak berpotensi melemah. Bukan karena rakyat menolak negara, melainkan karena negara gagal membangun rasa keadilan dan keterbukaan.
Fenomena ini terlihat dari meningkatnya keluhan wajib pajak terkait sistem, tarif, hingga persepsi bahwa beban fiskal lebih berat dipikul rakyat ketimbang pejabat.
Efek Domino terhadap Kepatuhan Pajak
Menghindari dialog publik di tengah isu krusial dapat memicu efek domino:
- Rakyat merasa kebijakan disusun sepihak.
- Kepercayaan terhadap institusi fiskal menurun.
- Kepatuhan pajak bergeser dari kesadaran menjadi keterpaksaan.
Dalam jangka panjang, kondisi ini berbahaya bagi stabilitas penerimaan negara dan legitimasi kebijakan fiskal itu sendiri.
Tanggapan Rinto Setiyawan
Menanggapi situasi ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengingatkan kembali esensi peran negara dalam relasinya dengan rakyat.
“Negara memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Menghindari pertanyaan publik jelas bukan bentuk perlindungan, bukan pula pelayanan, apalagi pengaturan yang sehat,” tegas Rinto.
Menurutnya, komunikasi yang tertutup hanya akan memperlebar jarak antara negara dan warga, serta merusak fondasi kepercayaan yang menjadi dasar kepatuhan pajak.
Pajak Bukan Sekadar Kewajiban, Tapi Relasi Kepercayaan
Rinto menegaskan bahwa pajak bukan hanya soal setoran angka ke kas negara, melainkan kontrak sosial antara rakyat dan pemerintah. Ketika pemerintah terlihat defensif dan tidak transparan, kontrak itu perlahan terkoyak.
“Rakyat akan patuh jika merasa diperlakukan adil dan dihormati. Tanpa itu, kebijakan sekeras apa pun hanya akan melahirkan resistensi diam-diam,” ujarnya.
Solusi yang Didorong
Untuk memulihkan kepercayaan dan memperkuat kepatuhan pajak, sejumlah langkah perlu segera ditempuh:
- Membuka komunikasi publik secara aktif dan konsisten, terutama dalam isu pajak dan anggaran.
- Menjamin transparansi kebijakan fiskal, termasuk perhitungan pajak dan alokasi belanja negara.
- Menunjukkan empati dalam setiap kebijakan, dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi rakyat.
- Menyeimbangkan beban antara rakyat dan pejabat, agar pajak tidak terasa timpang.
- Menjadikan pelayanan wajib pajak sebagai prioritas, bukan sekadar penegakan administratif.
Dengan langkah-langkah tersebut, negara dapat kembali menjalankan fungsinya secara utuh: melindungi rakyat dari ketidakadilan, melayani dengan keterbukaan, dan mengatur dengan legitimasi yang lahir dari kepercayaan publik.



