beritax.id— Sebanyak 13 mahasiswa Universitas Terbuka (UT) mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi terkait sistem penilaian pendidikan jarak jauh. Para pemohon menggugat Pasal 31 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi terhadap UUD 1945.
Para mahasiswa menilai norma tersebut tidak memberikan kepastian hukum mengenai proporsionalitas sistem penilaian pendidikan jarak jauh. Akibatnya, terjadi perbedaan signifikan antarperguruan tinggi dalam mekanisme evaluasi, ujian, dan perlindungan hak mahasiswa.
Gugatan Mahasiswa dan Ketidakpastian Sistem Penilaian
Para pemohon menyebut frasa sistem penilaian menjamin mutu lulusan membuka multitafsir antarpenyelenggara pendidikan jarak jauh. Ketiadaan standar minimum dianggap melemahkan posisi mahasiswa dalam memperoleh keadilan akademik.
Mahasiswa membandingkan praktik penilaian di beberapa perguruan tinggi penyelenggara pendidikan jarak jauh. Perbedaan mencolok terlihat pada bobot ujian, durasi perkuliahan, mekanisme remedial, dan evaluasi hasil belajar.
Pemohon menilai kondisi tersebut mencederai prinsip kesetaraan hak mahasiswa secara nasional. Hak atas pendidikan seharusnya mencakup proses belajar yang adil, rasional, dan bermakna.
Pandangan Mahkamah Konstitusi
Dalam sidang perdana, Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta pemohon mencermati struktur pengaturan norma undang-undang. Mahkamah menilai persoalan mungkin berada pada peraturan pelaksana, bukan semata norma undang-undang.
Para pemohon diberikan waktu empat belas hari untuk menyempurnakan permohonan uji materiil tersebut. Sidang lanjutan akan membahas perbaikan permohonan dan pokok-pokok argumentasi konstitusional.
Partai X: Pendidikan Adalah Hak, Bukan Privilege
Menanggapi gugatan tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menyampaikan sikap tegas. Prayogi menegaskan tugas negara itu tiga, melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
Menurutnya, pendidikan jarak jauh harus ditempatkan sebagai instrumen pemerataan, bukan sumber ketimpangan baru. Negara wajib memastikan setiap mahasiswa memperoleh perlindungan hak akademik yang setara.
Pendidikan, menurut Partai X, tidak boleh diserahkan sepenuhnya pada tafsir administratif institusi. Negara harus hadir melalui regulasi yang adil dan berpihak pada peserta didik.
Prinsip Partai X dalam Kebijakan Pendidikan
Partai X berpandangan pendidikan adalah hak konstitusional yang melekat pada setiap warga negara. Akses pendidikan harus dijamin tanpa diskriminasi metode, lokasi, maupun model pembelajaran.
Prinsip keadilan akademik menuntut standar nasional yang melindungi mahasiswa dari kebijakan sewenang-wenang. Otonomi kampus tidak boleh mengorbankan kepastian hukum dan keadilan bagi mahasiswa.
Solusi Partai X untuk Pendidikan Jarak Jauh
Partai X mendorong pemerintah menyusun peraturan pelaksana yang mengatur standar minimum sistem penilaian pendidikan jarak jauh. Standar tersebut harus menjamin proporsionalitas proses belajar dan hasil evaluasi.
Partai X juga menekankan pentingnya pengawasan negara terhadap implementasi pendidikan jarak jauh. Mahasiswa harus memiliki mekanisme pengaduan yang efektif dan mudah diakses.
Selain itu, negara perlu memastikan keterlibatan mahasiswa dalam perumusan kebijakan pendidikan nasional. Partisipasi publik menjadi kunci menciptakan sistem pendidikan yang adil dan berkelanjutan.
Gugatan mahasiswa Universitas Terbuka menjadi alarm penting bagi tata kelola pendidikan nasional.
Pendidikan harus aksesibel, adil, dan melindungi hak setiap mahasiswa.
Partai X menegaskan negara wajib hadir melindungi, melayani, dan mengatur pendidikan demi masa depan bangsa.



