beritax.id – Undang-Undang (UU) TNI yang telah disahkan DPR menimbulkan polemik baru terkait penempatan prajurit TNI aktif di jabatan sipil. Salah satu perubahan yang menjadi sorotan adalah Pasal 47, yang kini mengatur bahwa prajurit TNI boleh menduduki jabatan di 14 Kementerian/Lembaga (K/L). Ketentuan ini sekaligus menegaskan bahwa prajurit aktif yang menempati jabatan sipil di luar 14 institusi tersebut harus pensiun dini atau mengundurkan diri dari dinas keprajuritan.
“Untuk hal ini sudah jelas. Panglima TNI sudah menegaskan bahwa anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil (Kementerian/Lembaga) di luar yang sudah diamanatkan. Dalam Pasal 47 UU No 34/2004 (10 K/L sebelumnya, 14 K/L dalam revisi UU TNI) harus pensiun dini/mengundurkan diri dari dinas keprajuritan,.” ujar Kapuspen TNI Brigjen Kristomei Sianturi, Minggu (23/3/2024).
Pasal 47 dalam UU TNI yang baru memang menambah empat institusi baru yang dapat diisi oleh prajurit aktif. Meski begitu, ketentuan utama tetap mengharuskan prajurit TNI yang menempati jabatan sipil di luar daftar tersebut untuk mengundurkan diri atau pensiun dini.
Partai X: Jangan Ada Celah untuk Dwifungsi Prajurit TNI
Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyoroti bahwa pemerintah harus tegas mengawasi implementasi aturan ini. Menurutnya, ketegasan penting agar tidak ada celah yang membuka peluang kembalinya dwifungsi TNI seperti di masa lalu.
“Tugas negara itu ada tiga, melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” ujar Rinto. Ia menambahkan, penempatan prajurit TNI aktif pada jabatan sipil berisiko mengaburkan batas antara militer dan pemerintahan sipil. Hal ini yang berpotensi merusak demokrasi yang sedang dibangun.
Partai X menegaskan bahwa prinsip utama yang harus dijunjung tinggi adalah profesionalisme TNI. Prajurit harus berfokus pada tugas pertahanan negara tanpa mencampuri ranah sipil. Kecuali dalam batasan yang jelas sebagaimana diatur dalam revisi UU TNI ini.
Evaluasi dan Pengawasan Diperlukan
Partai X juga mendesak pemerintah untuk memastikan evaluasi dan pengawasan ketat terhadap penerapan aturan ini. “Jangan sampai ketentuan ini hanya jadi aturan di atas kertas, sementara praktik di lapangan justru membuka celah yang merugikan rakyat,” tegas Rinto.
Menurutnya, pengawasan yang transparan dan akuntabel sangat dibutuhkan untuk menjamin bahwa prajurit yang memasuki jabatan sipil tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan.
“Kami akan terus mengawal kebijakan ini agar tidak merugikan hak-hak sipil masyarakat,” pungkas Rinto. Partai X berharap aturan ini menjadi langkah nyata dalam menjaga stabilitas demokrasi dan menegakkan supremasi sipil di Indonesia.