beritax.id – Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menyampaikan bahwa kasus kekerasan anak yang muncul di media hanyalah puncak gunung es. Pernyataan itu disampaikan dalam rapat bersama Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen. Menurut Ai, data dari KemenPPPA menunjukkan 48.789 pengaduan kekerasan anak sepanjang 2021–2023, dan KPAI mencatat 14.513 kasus.
Kasus-kasus tersebut dilaporkan melalui pengaduan langsung maupun online, namun diyakini jumlah riil jauh lebih tinggi di lapangan. Lebih memprihatinkan, data menunjukkan mayoritas kekerasan terjadi di lingkungan keluarga, terutama penelantaran nafkah dan pengasuhan.
Lonjakan Kekerasan dan Perdagangan Seksual Anak, Negara ke Mana?
Prevalensi kekerasan terhadap anak laki-laki naik dari 20 persen menjadi 32 persen, dan anak perempuan dari 26 persen menjadi 36 persen. Laporan PPATK mencatat 24.000 anak usia 10–18 tahun menjadi korban prostitusi online, dengan transaksi mencapai Rp127 miliar.
Polri juga menemukan hampir 42.000 konten kekerasan seksual, termasuk fantasi inses, yang melibatkan anak sebagai objek kekerasan. KPAI menyebut pelaku tertinggi berada pada usia produktif, yaitu rentang usia 31–40 tahun yang secara fisik dan psikis sangat kuat.
Partai X: Negara Gagal Lindungi Anak Jika Tak Tegas pada Konten Brutal
Menanggapi situasi ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra menyatakan negara telah gagal melindungi generasi masa depan.
“Jika anak-anak terus disuguhi tayangan brutal tanpa sensor ketat, lalu kita heran mereka tumbuh keras? Itu kemunafikan!” ujar Prayogi.
Ia menekankan, tugas pemerintah adalah melindungi, melayani, dan mengatur rakyat, termasuk memastikan keamanan psikologis anak.
Partai X menyoroti lemahnya regulasi tayangan kekerasan dan pornografi yang begitu mudah diakses anak-anak tanpa kontrol serius.
Solusi Partai X: Regulasi Tegas dan Sekolah Negarawan untuk Perlindungan Anak
Partai X menegaskan pentingnya penguatan Undang-Undang Perlindungan Anak dan penerapan hukuman berat pada pelaku kekerasan.
Selain itu, negara perlu membangun platform edukasi digital yang aman, bebas konten kekerasan, dan bisa menjadi ruang belajar anak.
Sekolah Negarawan yang diusung Partai X juga akan membentuk kader kepemimpinan publik dengan kepekaan pada hak-hak anak. Negarawan sejati lahir dari lingkungan yang menjunjung nilai empati, integritas, dan pembelaan terhadap yang lemah.
Partai X mengingatkan, negara yang membiarkan anak-anak menjadi korban adalah negara yang kehilangan arah moral dan etika. Anak bukan sekadar angka statistik, tapi cermin dari kualitas bangsa yang harus dijaga sejak dini dengan sistem yang berpihak.
“Kalau kita tak bisa melindungi mereka hari ini, maka jangan harap mereka mau membela republik ini esok hari,” tutup Prayogi.