beritax.id – Di tengah meningkatnya bencana ekologis dan krisis iklim, kebijakan pemerintah justru menunjukkan arah sebaliknya. Perluasan izin tambang di berbagai wilayah dari Sumatra hingga Kalimantan terus berjalan, sementara tutupan hutan kian menyusut. Narasi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kembali dikedepankan, meski dampak ekologisnya makin nyata dirasakan masyarakat sekitar.
Alih-alih melakukan evaluasi menyeluruh, ekspansi tambang kerap dipercepat melalui revisi regulasi dan perpanjangan izin yang minim transparansi.
Hutan Tergerus, Rakyat di Garis Depan Risiko
Hilangnya hutan bukan sekadar angka statistik. Bagi warga sekitar tambang, deforestasi berarti banjir yang lebih sering, longsor yang mematikan, sumber air tercemar, serta hilangnya ruang hidup dan mata pencaharian. Dalam banyak kasus, masyarakat harus menanggung risiko jangka panjang dari kebijakan yang keuntungannya dinikmati segelintir pihak.
Ketika tambang diperluas, hutan yang seharusnya menjadi pelindung ekologis justru dikorbankan tanpa perhitungan sosial yang memadai.
Negara Hadir untuk Investasi, Absen untuk Perlindungan
Kebijakan yang memprioritaskan tambang menunjukkan kecenderungan negara hadir kuat dalam melayani kepentingan investasi, namun lemah dalam melindungi rakyat dan lingkungan. Proses perizinan dipermudah, sementara pengawasan lingkungan dan penegakan hukum kerap tertinggal.
Ketimpangan ini menimbulkan pertanyaan mendasar: untuk siapa sebenarnya sumber daya alam dikelola?
Tanggapan Rinto Setiyawan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa arah kebijakan semacam ini menunjukkan penyimpangan dari tugas utama negara.
“Tugas negara itu jelas ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketika hutan dikorbankan demi perluasan tambang dan rakyat justru menanggung dampaknya, berarti negara gagal menjalankan fungsi perlindungannya,” tegas Rinto.
Ia menambahkan bahwa negara tidak boleh hanya berperan sebagai pemberi izin, tetapi harus menjadi pengawas yang tegas dan berpihak pada keselamatan warga.
Dampak Jangka Panjang yang Diabaikan
Kerusakan hutan akibat tambang tidak berhenti saat izin berakhir. Bekas tambang meninggalkan lubang, tanah rusak, dan ekosistem yang sulit pulih. Beban pemulihan sering kali jatuh ke negara dan masyarakat, sementara keuntungan sudah lama dibawa pergi.
Tanpa perubahan arah kebijakan, pola ini akan terus berulang dan memperbesar biaya sosial serta ekologis di masa depan.
Solusi: Mengembalikan Arah Kebijakan pada Kepentingan Publik
Untuk menghentikan laju kerusakan dan memastikan keadilan bagi rakyat, beberapa langkah mendesak perlu dilakukan:
- Moratorium perluasan tambang di kawasan hutan dan wilayah rentan. Evaluasi menyeluruh harus dilakukan sebelum izin baru diberikan.
- Pengetatan pengawasan dan penegakan hukum lingkungan. Pelanggaran harus ditindak tegas, bukan ditoleransi atas nama investasi.
- Transparansi perizinan dan pelibatan masyarakat terdampak. Keputusan tambang tidak boleh diambil tanpa persetujuan dan informasi yang adil bagi warga.
- Prioritaskan perlindungan ekologis sebagai dasar pembangunan. Pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan keselamatan dan masa depan rakyat.
Perluasan tambang yang mengikis hutan adalah pilihan kebijakan, bukan keniscayaan. Negara masih memiliki ruang untuk mengoreksi arah dan menempatkan keselamatan rakyat serta kelestarian lingkungan sebagai prioritas utama. Tanpa perubahan tersebut, pembangunan hanya akan menyisakan kerusakan dan rakyat kembali menjadi pihak yang paling dirugikan.



