beritax.id – Indonesia dan Northern Territory (NT) Australia menggelar konferensi bisnis untuk memperkuat kerja sama strategis sektor pertambangan. Kegiatan berlangsung di Darwin, Australia, dan melibatkan para pemangku kepentingan pertambangan dari kedua negara.
Konferensi ini diselenggarakan bersama oleh KBRI Canberra, Konsulat RI di Darwin, dan Pemerintah NT. Acara ini menjadi penutup rangkaian kunjungan bisnis kerja sama mineral kritis di Perth dan Darwin.
Duta Besar RI untuk Australia, Siswo Pramono, menyambut baik keterlibatan Pemerintah NT dalam mengenalkan peluang pertambangan, termasuk aspek logistik dan lingkungan. Ia menyebut bahwa kemitraan yang kuat mampu menjawab tantangan geopolitik dan memperkuat kerja sama Indonesia-Australia.
Siswo juga menilai infrastruktur yang kokoh antara kedua negara akan menunjang kolaborasi lintas sektor, khususnya mineral kritis dan energi masa depan.
Partai X Ingatkan Pemerintah Fokus pada Kepentingan Nasional
Menanggapi kerja sama ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R. Saputra, menyampaikan catatan kritis. “Tugas pemerintah itu tiga loh melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” tegasnya.
Ia meminta agar kerja sama internasional tidak menjadi pintu belakang kepentingan asing yang merugikan kedaulatan sumber daya nasional.
Partai X menekankan bahwa kerja sama internasional harus dilandasi transparansi, tanggung jawab, dan orientasi terhadap kesejahteraan rakyat.
Prayogi mengingatkan bahwa dalam prinsip Partai X, negara wajib menjamin sumber daya alam dikelola untuk kemakmuran rakyat, bukan oligarki internasional.
“Kerja sama harus disusun dengan prinsip win-win, bukan win-lose yang membuat kita terus defisit,” ujarnya.
Defisit Dagang dengan Australia Masih Menganga
Berdasarkan data 2024, Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan Australia sebesar 5,49 miliar dolar AS. Total ekspor Indonesia hanya 4,95 miliar dolar AS, sedangkan impor mencapai 10,44 miliar dolar AS. Mayoritas impor berupa bahan bakar mineral, gandum, logam mulia, dan perhiasan.
Sementara ekspor Indonesia ke Australia masih didominasi produk rumah tangga, tekstil, pupuk, dan barang elektronik.
Partai X mendesak agar evaluasi menyeluruh dilakukan terhadap kerja sama mineral dan perdagangan bilateral dengan Australia. Prayogi menyebut bahwa orientasi ekspor Indonesia harus ditingkatkan pada produk bernilai tambah, bukan sekadar bahan mentah.
“Kita tak boleh lagi menjual bahan mentah dan membeli barang jadi. Itu kolonialisme gaya baru,” ujarnya.
Partai X menyambut baik inisiatif diplomasi ekonomi asal dilakukan dengan prinsip kemandirian nasional. “Kerja sama ya, tapi kedaulatan tak boleh ditukar investasi,” tutup Prayogi.