beritax.id – Dalam beberapa waktu terakhir, publik menyaksikan pola kebijakan pemerintah yang lahir dengan kecepatan tinggi. Pembahasan regulasi strategis, penetapan anggaran, hingga perubahan aturan sektor vital sering kali dilakukan dalam tempo singkat. Pemerintah dan parlemen kerap berdalih bahwa percepatan diperlukan demi stabilitas dan efektivitas. Namun, yang jarang dibicarakan adalah konsekuensi jangka panjang yang harus ditanggung rakyat. Keputusan yang diambil terburu-buru hampir selalu menyisakan persoalan di lapangan.
Salah satu ciri kebijakan yang dibuat cepat adalah minimnya ruang konsultasi publik. Aspirasi masyarakat, kajian akademik, dan peringatan dari kelompok terdampak sering datang terlambat atau tidak didengar sama sekali. Dalam berbagai isu, mulai dari ekonomi, lingkungan, hingga tata kelola pemerintahan, kebijakan disahkan lebih dulu, dampaknya dipikirkan belakangan. Akibatnya, rakyat dipaksa menyesuaikan diri dengan aturan yang tidak lahir dari pengalaman hidup mereka.
Dampak Jangka Panjang yang Tak Mudah Diperbaiki
Kebijakan yang keliru tidak berhenti pada hari pengesahan. Ia menjelma menjadi beban berkepanjangan: biaya hidup meningkat, konflik sosial meluas, kerusakan lingkungan sulit dipulihkan, dan kepercayaan publik terhadap negara terus menurun. Sementara para pengambil keputusan bisa berganti jabatan, rakyat tetap hidup dengan dampak kebijakan tersebut selama bertahun-tahun.
Inilah ironi terbesar: keputusan cepat di ruang pejabat menghasilkan penderitaan lambat di ruang publik.
Stabilitas Semu, Ketidakpuasan Nyata
Narasi stabilitas sering dijadikan pembenaran atas kebijakan kilat. Namun stabilitas yang dibangun tanpa keadilan dan partisipasi hanya melahirkan ketenangan semu. Di baliknya, ketidakpuasan publik mengendap dan berpotensi meledak dalam bentuk krisis sosial yang lebih besar.
Negara tampak bergerak cepat, tetapi rakyat merasa ditinggalkan.
Solusi: Dari Kecepatan ke Ketepatan Kebijakan
Kecepatan tidak boleh mengorbankan kualitas dan keberpihakan. Setiap kebijakan strategis harus melalui proses yang transparan, berbasis data, dan melibatkan publik secara bermakna. Pemerintah dan parlemen perlu menempatkan dampak jangka panjang sebagai pertimbangan utama, bukan sekadar target jangka pendek.
Selain itu, mekanisme evaluasi kebijakan harus diperkuat, agar aturan yang terbukti merugikan rakyat dapat segera diperbaiki. Negara yang kuat bukan yang paling cepat mengambil keputusan, melainkan yang paling bertanggung jawab atas akibatnya.
Jika kebijakan terus dibuat cepat tanpa kehati-hatian, rakyat akan terus menanggung dampaknya lama. Dan di situlah keadilan mulai kehilangan maknanya.



