beritax.id — Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiyawan, A. Md., CTP, menegaskan bahwa Surat Ketetapan Pajak (SKP) hasil pemeriksaan lewat waktu harus dinyatakan tidak sah. Pernyataan itu disampaikan dalam Seminar Nasional Pajak yang diselenggarakan P5I dan didukung IWPI sebagai sponsor utama di Hariston Hotel, Jakarta Utara.
Seminar yang mengangkat tema “Pemeriksaan Pajak Lewat Batas Waktu Tidak Membatalkan SKP Meskipun Merupakan Amanat Undang-Undang” ini menjadi panggung kritik terbuka terhadap penafsiran sepihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang menyatakan bahwa pemeriksaan pajak di luar tenggat waktu tidak berakibat hukum terhadap keabsahan SKP.
Pernyataan tersebut sebelumnya diberitakan oleh media DDTC pada 21 Maret 2025, merujuk pada Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 1633/B/PK/Pjk/2024.
DJP Diundang, Tapi Tidak Hadir dalam Forum Terbuka
Sebagai Informasi panitia sudah mengundang pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai pemateri, dan panitia sudah dihubungi staff DJP namun sampai acara berlangsung tidak ada perwakilan DJP yang hadir. Ketidakhadiran ini memperkuat kesan bahwa DJP menghindari ruang diskusi publik terkait akuntabilitas pemeriksaan pajak.
Rinto menjelaskan bahwa pemeriksaan pajak adalah proses hukum, bukan kegiatan administratif biasa. Ia merujuk Pasal 31 ayat (2) UU KUP dan Pasal 15 ayat (2) PMK 17/2013. “Batas waktu enam bulan bukan opsional, tapi keharusan,” tegasnya. Menurutnya, pelanggaran terhadap batas waktu pemeriksaan menimbulkan cacat prosedural dan membuat SKP harus dibatalkan.
Ia menekankan bahwa negara ini adalah negara hukum, bukan negara target administratif. Ketika DJP tetap menganggap SKP sah, meski melanggar tenggat, artinya DJP merasa kebal terhadap aturan.
Partai X: Pemerintah Wajib Tunduk Hukum, Bukan Kebal Hukum
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengingatkan kembali tugas utama pemerintah. “Pemerintah itu tugasnya tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Bukan mengelabui rakyat,” ujarnya. Ia menilai perilaku DJP mencerminkan budaya kekuasaan yang tidak taat konstitusi.
Partai X menilai, jika hukum hanya berlaku untuk rakyat tapi tidak untuk pemerintah, maka negara telah kehilangan legitimasi moral. Pelanggaran terhadap tenggat waktu bukan kelalaian teknis, melainkan pelanggaran konstitusi.
Menurut Rinto, sikap tersebut memperlemah posisi wajib pajak dan membuka ruang arbitrer yang tidak sehat dalam relasi antara negara dan warga negara dalam konteks perpajakan.
Seminar yang juga menghadirkan tokoh-tokoh nasional seperti Dr. Richard Burton (Iustitia Pro Tax Law Firm / P3HPI), Dr. Alessandro Rey (Ketua Umum P5I), dan Yeka Hendra Fatika (Anggota Ombudsman RI), menjadi forum terbuka untuk menggugat kekacauan sistemik dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak di Indonesia.
Dr. Alessandro Rey dari P5I menegaskan bahwa batas waktu adalah unsur legal, bukan hanya manajerial. Ia merujuk Pasal 66 UU Administrasi Pemerintahan yang menyebut keputusan cacat prosedural harus dibatalkan.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyebut praktik lewat waktu dalam pemeriksaan sebagai bentuk maladministrasi. Ia menegaskan bahwa pelayanan publik harus tunduk pada aturan yang mengikat ke dalam dan keluar.
Prof. Gilbert Rely dari PERKOPPI menambahkan bahwa aturan bukan hanya untuk dibaca petugas pajak, tapi untuk melindungi warga negara. “Kalau hukum dibuat hanya untuk internal DJP, maka itu bukan negara hukum,” tegasnya.
Solusi Partai X: Tegakkan Prinsip Negara Hukum dengan Teknologi dan Kepakaran
Partai X menawarkan solusi struktural untuk memastikan hukum pajak dijalankan secara sah dan adil. Pertama, reformasi hukum pajak melalui sistem kepakaran agar tak ditentukan sepihak oleh fiskus. Kedua, implementasi sistem pengawasan digital berbasis Intelligent Operations Platform untuk menjamin disiplin waktu dan prosedur.
Ketiga, penguatan fungsi Ombudsman sebagai pengawas independen yang memiliki daya paksa terhadap lembaga pelaksana. Keempat, pembentukan Dewan Kedaulatan Rakyat ad-hoc untuk mengawal integritas sistem perpajakan di Indonesia.
Prinsip Partai X: Hukum Adalah Panglima, Rakyat Adalah Raja
Partai X menegaskan bahwa dalam negara demokratis, hukum adalah panglima, dan rakyat adalah pemilik kedaulatan. Pemerintah hanya pelayan rakyat.
Jika aparatur negara merasa kebal hukum, maka prinsip keadilan dan transparansi telah dikorbankan.
“Kalau DJP bisa melanggar aturan dan tetap merasa benar, itu bukan birokrasi, itu kesewenang-wenangan,” pungkas Rinto.
Partai X akan terus mengawal isu perpajakan agar tidak menjadi alat opresi fiskal, tapi instrumen keadilan sosial. Pemeriksaan pajak tidak boleh menjadi momok, tapi harus menjadi proses hukum yang adil, terukur, dan transparan.