Disusun oleh : Dharmawan, SE, SH, MH, BKP, CCL
Sekjen Perkumpulan Profesi Pengacara Praktisi Pajak Indonesia (P5I) dan Pembina Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI)
beritax.id – Mulai 17 Agustus, sistem transaksi digital di Indonesia akan terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan dipantau oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat penerimaan pajak dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan efisien, terutama dari sektor ekonomi digital yang terus berkembang pesat.
Manfaat dan Dampak bagi Wajib Pajak
Sistem ini membawa dua sisi koin yang perlu dipahami oleh masyarakat dan wajib pajak.
1. Dampak Positif
- Pemerataan Pajak yang Adil: Sistem ini akan membantu DJP mengidentifikasi wajib pajak yang selama ini belum terdata atau belum patuh, menciptakan keadilan karena semua pihak, termasuk pelaku usaha digital, akan dikenai pajak sesuai aturan. Ini memastikan pelaku ekonomi digital berkontribusi sesuai porsinya.
- Mendorong Kepatuhan Pajak: Dengan adanya pengawasan data transaksi secara otomatis, wajib pajak akan lebih termotivasi. Untuk melaporkan penghasilan mereka dengan jujur dan tepat waktu, sehingga meningkatkan kepatuhan pajak secara keseluruhan.
- Kemudahan Administrasi Pajak: Bagi wajib pajak yang patuh, integrasi data ini bisa menyederhanakan proses pelaporan pajak. DJP akan mendapatkan data transaksi secara otomatis. Hal ini yang mempercepat verifikasi dan mengurangi birokrasi, bahkan berpotensi membuat SPT secara pre-filled di masa depan.
2. Dampak Negatif dan Tantangan
- Isu Privasi dan Keamanan Data: Integrasi ini menimbulkan kekhawatiran terkait privasi karena data transaksi pribadi akan diakses oleh pemerintah. Pemerintah berkewajiban untuk menjamin keamanan data dan mencegah penyalahgunaan informasi, sesuai dengan regulasi yang ada.
- Potensi Pajak Berganda: Tanpa regulasi yang jelas, ada risiko beberapa jenis transaksi bisa dikenai pajak lebih dari satu kali. DJP perlu memastikan mekanisme perpajakan yang adil dan tidak memberatkan wajib pajak.
- Beban Administrasi bagi UMKM: Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mungkin membutuhkan waktu dan edukasi tambahan untuk menyesuaikan diri dengan sistem pelaporan pajak yang terintegrasi ini. Pemerintah perlu menyiapkan program sosialisasi dan edukasi yang masif agar UMKM tidak merasa terbebani.
Landasan Hukum dan Mekanisme Perpajakan kebijakan ini tidak muncul tanpa dasar hukum. Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP): UU ini memberikan wewenang kepada DJP untuk mengakses data dan informasi dari pihak ketiga, termasuk data transaksi digital, untuk keperluan perpajakan.
- Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP): Meskipun data transaksi diakses untuk tujuan perpajakan. Pemerintah tetap harus tunduk pada prinsip-prinsip perlindungan data pribadi yang diatur dalam UU ini. Termasuk penggunaan data sesuai tujuan dan perlindungan dari penyalahgunaan.
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK): Regulasi teknis lebih lanjut mengenai prosedur dan mekanisme akses data akan diatur dalam PMK, yang akan menjelaskan secara rinci bagaimana DJP memperoleh data dari penyedia layanan transaksi digital.
- Mekanisme ini memungkinkan DJP untuk mendapatkan data transaksi secara otomatis dan real-time. Data ini kemudian akan digunakan untuk memvalidasi pelaporan pajak wajib pajak dan, di masa depan, memungkinkan pembuatan SPT secara pre-filled sehingga wajib pajak hanya perlu mengonfirmasi data yang sudah tersedia.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, integrasi NIK dan transaksi digital adalah langkah strategis pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital. Kebijakan ini berpotensi meningkatkan keadilan pajak dan kepatuhan, namun perlu diimbangi dengan transparansi, perlindungan data yang kuat, serta sosialisasi yang masif agar wajib pajak dapat memahaminya dengan baik. Keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada keseimbangan antara pengawasan pajak yang efektif dengan perlindungan data yang kuat dan transparansi mekanisme.
Penting: Informasi ini bersifat edukatif dan umum, serta tidak boleh dianggap sebagai nasihat hukum atau pajak. Untuk konsultasi pajak yang spesifik, wajib pajak disarankan untuk menghubungi kantor pajak terdekat atau konsultan pajak profesional.